Saat masuk ke dalam kamar kost, batin Kasih menjerit. Bukan karena sempit atau kotor, tapi kamar ini begitu rapi dan bersih. Jauh sekali dari dugaannya, dilihat dari sikap dan tingkah Selly—teman sekamarnya—rasanya tidak mungkin. Benar, jangan menilai sesuatu dari luarnya saja, karena belum tentu apa yang kita lihat itu benar.
Julia menyuruh orang mengambil satu tempat tidur berukuran kecil untuknya. Sekarang ini, Kasih sangat sibuk menata barang-barangnya. Tidak lupa bingkai kecil berisikan foto dirinya dan Qena, dipajang di atas nakas.
“Kamu pasti bingung, kenapa kamar ini lebih luas,” ujar Selly bangkit dari tempat tidurnya, menatap Kasih dengan pandangan horor. Sejenak, Kasih menghentikan aktivitasnya. “Kamar ini horor, dan aku orang pertama yang berani nempati kamar ini. Kamu percaya gak?”
Kasih menggeleng kikuk.
Tiba saja Selly tertawa terbahak-bahak. Gadis itu meloncat dari kasur ke lantai sampai ranjang kayu itu berdecit. Sementara Kasih hanya bisa diam, dalam hatinya berdoa semoga dirinya baik-baik saja.
“Aku juga enggak! Aku mau nempatin tempat ini karena murah. Mami takut, udah enam bulan kamar ini gak ditempatin jadi ... turun harga. Mantep gak tuh? Ditambah ada kamu, makin ringan aja bayarannya.”
Kasih bingung, entah Selly yang sok kenal atau dirinya yang tidak ingin bergaul?
“Kamu pendiem? Padahal sih aku gak suka bule yang tinggal bareng sama aku, tapi berhubung kamu bisa b. Indo jadi aku gak keliatan bego-bego amat.” Tiada henti, Selly mengoceh bak suara knalpot motor racing. Berisik dan mengganggu, pikir Kasih.
Selly menjeletikkan jarinya, seperti baru saja mendapatkan ide bagus. Gadis itu menarik sesuatu dari bawah ranjang, sebuah kotak kardus berukuran sedang dengan selotip hitam mengelilingi kardus itu.
“Aish, Si Nenek mau ngirim oleh-oleh atau ngirim bom?” gerutu Selly pelan, masih terdengar oleh Kasih. Selly mengambil pisau cutter di dalam nakas, lalu kembali menghadap ke kotak itu lagi. Sedari membuka kotak itu, Selly sesekali melirik ke arah Kasih. “Doain ya, semoga bukan bom.”
“Bom?” beo Kasih.
Selly mengangguk antusias. “Iya bom!” Matanya berbinar, menatap isi di dalam kardus. Sedetik kemudian dia mengambil sesuatu di dalam kardus kemudian mengacungkannya ke atas. “Bom perut!” serunya kegirangan.
Kasih mengalihkan pandangannya, menahan tawa yang akan meledak. Ucapan Selly begitu serius, dan bodohnya Kasih malah menunggu sesuatu hal mengejutkan di dalam kardus itu. Ternyata isinya hanya mie instan berwarna hijau.
“Aku harus terima kasih, nih. Semua makanan ini buat stok kita, bisalah sampe sebulan,” oceh Selly mengeluarkan semua isi di dalam kardus. Hampir semua isinya mie instan, dan sebagian lagi makanan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain For Kasih
Teen FictionIni tentang Kasih dan hujannya. Diasingkan kemudian ditarik kembali, seperti sampah yang didaur ulang lalu dibeli kembali. Ini tentang Kasih, yang tidak sengaja membunuh sahabatnya sendiri. Masa lalu kelam membuat Kasih tidak pantas hidup bersama m...