Hari ini, Kasih membuka lembaran baru dan mencoba menutup lembaran kelam terdahulu. Kasih tidak takut menghadapi dunia baru. Asing dan menakutkan, tapi Kasih berusaha melihat dunia ini ada di genggamannya. Kasih tidak akan bersembunyi atau pun berlari dari kenyataan. Kasih akan mencoba menghadapinya sendiri. Ya, hanya sendirian.
Melihat nilai terdahulunya saja sudah bisa membuat pihak sekolah percaya. Namun, untuk membuktikannya Kasih harus menyelesaikan beberapa ujian. Ini semua Kasih lakukan agar dirinya bisa mendapatkan beasiswa. Setidaknya dengan beasiswa, bebannya tidak terlalu menumpuk.
“Nama saya Audelia Kasih. Kalian bisa panggil saya Kasih.” Kasih memperkenalkan diri di depan murid-murid kelas barunya. Tanpa diduga, di kelas ini ada Selly. Gadis itu duduk di urutan paling belakang. Saat matanya bertemu dengan mata gadis itu, gadis itu langsung menyuingkan senyumannya.
Seorang siswi berambut hitam lebat sebahu mengangkat tangannya. Kini perhatian semua orang termasuk Kasih, tertuju pada siswi itu. “Kasih, saya mau tanya! Pin—“
“Jangan bertanya, saya tidak membuka sesi tanya jawab,” potong Kasih. Dia tidak ingin ada yang mengagung-anggungkannya, karena bisa sekolah di luar negeri. Faktanya, dia sekolah di sana karena—diusir?
Gadis berambut hitam sebahu itu menurunkan tangannya canggung. Seluruh badannya terlihat kaku, tak seperti sebelumnya. Mungkin dia merasa malu, karena Kasih berkata seperti itu.
“Boleh saya duduk, Bu?” pinta Kasih sopan.
Guru itu spontan mengangguk, menunjuk ke arah kursi kosong. “Di belakang ada kursi kosong. Kamu bisa duduk di sana.”
“Baik, Bu. Terima kasih.” Kasih tersenyum singkat ke arah guru itu lalu melenggang pergi menuju kursi kosong di urutan paling belakang. Seperti keajaiban Tuhan, Kasih bisa duduk bersama Selly.
Dalam benaknya terpikir, bagaimana bisa Selly duduk sendirian? Dilihat dari sikapnya kemarin, Selly pasti disenangi oleh semua orang. Saat pikiran tentang Selly menyelimuti dan bersarang di otaknya, sesegera mungkin Kasih mengempaskannya. Dia harus belajar untuk bersikap egois, seperti apa yang dulu dia pelajari.
“Aku sama sekali gak nyangka kamu bakal sekolah di sini,” bisik Selly menggeserkan kursinya mendekati Kasih.
Kasih menoleh, menatap Selly datar. “Kenapa? Apa sekolah ini gak pantes buat aku?”
“Bukan gitu, elah. Cuma, asal kamu tau aja sekolah di sini bayarannya mahal.”
“Tau. Aku ngambil beasiswa,” jawab Kasih santai. Lebih tepatnya berusaha santai. Untuk pertama kalinya, dia berbaur dengan orang asing.
Selly menoleh ke kanan dan kirinya. “Murid beasiswa di sini sering dibully. Kamu ... kamu gak takut? Sumpah aku takut kamu dibully karena keliatannya kamu gampang ditindas.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain For Kasih
Teen FictionIni tentang Kasih dan hujannya. Diasingkan kemudian ditarik kembali, seperti sampah yang didaur ulang lalu dibeli kembali. Ini tentang Kasih, yang tidak sengaja membunuh sahabatnya sendiri. Masa lalu kelam membuat Kasih tidak pantas hidup bersama m...