I Hope... (2)

559 72 4
                                    

Yoongi bilang Jimin itu tetangga yang baik, ramah, sopan, dan sangat peduli meski terkadang terlihat seperti orang yang acuh.

Jimin bilang, Yoongi itu laki-laki beranjak dewasa yang berusaha kuat padahal jiwa serta hatinya hancur remuk karena keadaan.

Malam yang mereka lalui berdua, di dalam kamar Yoongi. Duduk menghadap jendela serta dua cangkir kopi yang tentu saja Jimin yang membawa. Karena Yoongi tak mungkin keluar kamar untuk mengambil kopi hingga 2 gelas.

"Pasti lo mikir gue anaknya modelan anak nakal, suka tawuran, nongkrong di sana sini." Ucap Yoongi.

Jimin yang tengah menikmati kopi itu lantas mengerutkan dahi.

"Kata siapa? Nggak tuh. Gue mah udah tau sejak ngeliat lo pertama kali, kalau lo pasti orang baik. Dan di balik sosok lo yang keliatan kayak anak berandal ini sebenernya ada banyak hal yang belum atau mungkin nggak akan pernah lo kasih tau ke siapapun."

Jimin lalu memandangi Yoongi yang menatapnya ingin tahu.

"Yoon, gampang buat kita nilai seseorang dari luarnya. Tapi kita nggak pernah bisa tau gimana sebenernya seseorang yang kita pandang itu dari dalam. Tapi kali ini, gue tau kalau lo sebenernya orang yang lagi butuh bahu buat bersandar. Jujur, first sight gue ke lo emang lo itu kayak anak berandal. Apalagi lo lebih muda dari gue. Tapi Yoon, apa orang lain tau lo yang selama ini nangis diem-diem di kamar? Lo yang selama ini sering sedih di balik jendela kamar lo? Nggak 'kan? Kalau waktu itu gue mikir cuma dari satu sisi, sampai sekarang gue rasa kita nggak akan pernah kenal. Kayaknya gue harus berterimakasih ke kurir makanan hari itu karena dia nggak tau kalau gue cancel pesananya. Jadi waktu itu gue tau apa yang bikin tetangga sangar gue ini nangis sesenggukan."

Yoongi masih memandangi Jimin, baginya tiap tutur kata Jimin bukan hanya sekedar kata sok bijak yang dilontarkan karena dia adalah pria dewasa. Menurutnya itulah cara Jimin mengungkapkan apa isi hatinya dan caranya jujur dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

"Semakin kita dewasa, semakin berkembang pola pikir kita. Tentunya nggak berlebihan juga. Nggak semua hal kita bisa pikir positif. Kalau kita tau alasan di balik hal itu negatif, yaudah. Lagian ya Yoon, gue malah penasaran," Jimin menggantung ucapannya.

Membuat yang lebih muda menatap dengan mata sedikit membulat.

"Penasaran?"

"Sorry sebelumnya. Lo dituntut banyak ya sama orang tua lo? Dan itu bikin lo terkekang?"

Yoongi dan Jimin saling pandang. Saat itu juga Jimin menyaksikan bagaimana pendar sekelam malam itu meredup, bersamaan dengan pandangan yang mulai dialihkan untuk menatap sinar bulan di langit.

"Menurut lo kak?" Tanya Yoongi kemudian.

"Kali ini gue cuma bisa nebak dari apa yang gue telaah aja. Nggak bener tau semuanya, ya menurut gue lo itu seorang anak yang sebenernya udah nggak sanggup buat dituntut lagi. Lo hidup dalam aturan, kekangan. Sedikit aja lo salah pasti ada akibatnya. Ada sesuatu yang orang tua lo jadiin acuan buat lo raih. Dan mereka tetep jadiin acuan itu sebagai tujuan hidup lo padahal lo nggak sanggup. Dengan kata lain acuan itu jadi sebuah keharusan. Gitu?"

Sejenak Yoongi merasa terkagum. Jimin seperti bisa dengan mudah membaca kisah hidup seseorang.

"Secara garis besarnya begitu."

Lagi, Jimin melihat bagaimana mata Yoongi yang sedikit bergetar.

"Udah deh," Ucapnya membuat Yoongi menoleh.

"Lo mau balik kak?"

"Hah? Bukan, maksud gue udah jangan dilanjut ceritanya. Pasti sakit ya buat lo? Maaf gue maksa buat lo cerita ke gue, padahal nggak semua cerita bisa dibagi ke orang lain." Tutur Jimin dengan senyuman.

YOONMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang