Malam itu hujan, tidak terlalu deras tapi cukup membuatmu kebasahan jika berniat menerobos tanpa payung. Udara yang tidak terlalu dingin, kendati berhembus tanpa istirahat sanggup membuatmu menggigil.
Seperti Jimin yang tengah kepayahan menggosok kedua telapak tangannya.
Ia memakai jaket tebal dan kaos kaki. Tapi hawa dingin di malam hari memang bukan sahabat yang baik untuknya.
"Kamu kedinginan ya Jim?"
"Sedikit, tapi nggak sedingin kalau hujannya deras."
Pipi dan hidungnya mulai memerah, pertanda jika ia sangat kedinginan. Pria lain di sana; Yoongi, berinisiatif mengambil selimut tambahan lalu menyelimuti Jimin.
"Makasih Kak."
"Sama-sama. Oh iya, Jimin?"
Saat Yoongi memanggil namanya, Jimin langsung menoleh. Ia menatap Yoongi dengan binar mata yang jernih dan sorot yang lugu. Dan menurut Yoongi, apa yang ada pada Jimin adalah sesuatu yang tulus.
"Ada apa Kak?"
"Gimana hari ini? capek?" tanya Yoongi sembari membenahi tudung jaket Jimin.
Jimin menggeleng. "Nggak sih, tapi bosen."
"Kenapa?"
"Di rumah saudara Bunda, cuma duduk liatin pengantin. Nggak terlalu seru, soalnya acaranya ngaret. Ngantuk, bosen." ucap Jimin.
Yoongi terkekeh, ia mengambil posisi terlentang dengan pemandangan malam yang menampakan rintik hujan masih berjatuhan.
"Hmm, terus?"
"Rekor banget, aku makan cuma satu kali sehari. Eh, dua. Tapi pagi aku nggak makan, cuma makan pas di rumah saudara Bunda, pulangnya di rumah makan mie."
Yoongi lagi-lagi mengangguk. "Kamu capek nggak?"
Jimin menggeleng ragu, ia memainkan bulu-bulu di ujung jaketnya seperti anak kecil.
"Jujur nggak."
"Hm?" tapi Yoongi bisa melihat ada gurat lelah di wajah Jimin.
"Kalau Kakak sih bakalan capek. Besanan itu kita cuma duduk jadi tamu, foto, terus udah deh pulang. Nggak ngapa-ngapain, apalagi tadi kamu bilang ngaret. Yang ada punggung sakit duduk terus." ucapnya.
"Iya sih. Kak, emang boleh ya kalau aku ngeluh capek?"
Yoongi bangkit, ia terduduk lalu menghembuskan napasnya perlahan.
"Boleh Kok, rasa capek itu kan manusiawi." jawabnya.
Lantas Jimin tiba-tiba menghadapnya, membuat Yoongi menoleh dan dengan segera keduanya bertemu pandang.
"Kalau di rumah aku nggak boleh ngeluh capek."
"Kamu bisa ngeluh ke Kakak."
"Boleh?"
"Iya."
Kemudian mereka berdua hening, Jimin menatap Yoongi sedikit lebih lama. Begitu juga sebaliknya. Jimin mencari sebuah kebohongan di pancaran mata pria yang lebih tua darinya itu, sementara Yoongi penasaran apa yang membuat Jimin merasa lelah?
"Kak, Kakak sendiri tau aku dari kecil dituntut untuk jadi yang paling baik. Untuk jadi sempurna. Aku sampai merelakan waktu bermainku demi belajar. Dulu aku pikir aku emang belum pinter, belum kayak temen-temenku. Tapi Kak, kenapa ya, sampai sekarang orang-orang di rumah aku nggak ada yang nanyain gimana kabarku?"
Mata Jimin yang semula menatap mata Yoongi, teralih ke bawah. Melihat kesepuluh jemari mungil bermain dengan benang yang mencuat dari sela jahitan kaos kaki hijaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOONMIN
FanfictionCuma cerita pendek yang selesai perchapter, kecuali kalau memang sekiranya terlalu panjang untuk satu chapter dan otak pemula ini sanggup bikin lanjutannya bakal ada lanjutannya. hope u like it ya :") Top!yoon Bot!jim Dilarang salah lapak! Menghorma...