Diavolo

604 98 29
                                    

Jungkook dan Jimin terengah, keringat saling bercucuran di sisi wajah dan leher dibarengi dengan detak jantung yang cepat.

Mereka mengandalkan sebuah sofa dan meja bertaplak saat ini untuk bersembunyi.

"Apa kau sudah mematikan semua lampunya Jungkook?" Tanya Jimin.

Jungkook mengangguk dengan pasti. Ia mulai berhitung dengan jari untuk memastikan ulang.

"Kamarmu sampai kamar mandi, kamarku dan kamar mandi, dapur, ruang tengah, gudang, pintu belakang dan pintu depan. Adakah yang aku lewatkan?"

"Tidak, semuanya sudah."

Keduanya bersandar pada sofa, Jungkook menyandarkan kepalanya pada bahu Jimin. Ia memejamkan mata dan tiba-tiba menangis.

"Ada apa Jungkook?"

"Aku ingin semuanya cepat berakhir," Jawab Jungkook dengan lirih.

Jimin terdiam, ia juga sama. Terus berdiam diri di dalam kegelapan tanpa cahaya, harus bertahan hidup dengan penuh rasa was-was sembari mengamati pintu rumah agar tidak terbuka. Semua itu seperti mimpi buruk.

Tangannya yang lebih mungil ia bawa untuk mengusap surai lebat milik Jungkook.

"Hyung di sini Jungkook, kau tidak perlu takut. Selagi kita tidak membuka pintu dan jendela, kita akan aman. Mengerti?"

Jungkook mengangguk. Meskipun tak ada kelegaan setelah Jimin berucap, namun sedikitnya ia merasa aman jika Jimin berada di sisinya.

Suasana di sana sangat hening, hanya angin dan beberapa ranting bergesekan menambah aura mencekam yang tiba-tiba masuk menguasai rumah. Namun berubah sedikit jenaka kala perut Jungkook berbunyi.

"Apa kau lapar adik kecil?" Goda Jimin.

Jungkook yang merasa malu mengangguk samar, pipinya sedikit merona.

"Jangan panggil aku adik kecil, aku lebih besar darimu hyung." Protesnya.

"Baik-baik, kau mau makan apa? Biar hyung ambilkan."

Jungkook yang awalnya merasa lapar kini mendadak kehilangan nafsu karena tawaran Jimin. Ia tiba-tiba memegangi tangan yang lebih tua.

"Tidak hyung, kalau lapar itu berarti kita harus makan. Dan di sini tidak ada makanan."

"Ada di dapur, Jungkook."

"Tapi itu artinya kau harus ke dapur. Dan aku tidak mau ditinggal sendirian, maksudku kau pergi sendiri ke dapur. Bahaya hyung, pintu belakang tidak sempat kita tahan dengan barang berat. Bagaimana jika salah satu dari Demon itu sudah berhasil masuk?"

"Dengar Jungkook, Demon itu tidak seperti hantu atau hal lainnya. Mereka tidak bisa menyusut atau menembus hal padat. Satu-satunya jalan mereka masuk adalah dari pintu atau jendela. Kita sudah menutup semuanya, jadi kita aman. Lagipula jarak pintu belakang dengan dapur itu cukup jauh. Hyung akan mengambil beberapa makanan dan minuman, kau tunggulah di sini sampai Hyung kembali."

Pegangan tangan Jungkook mengerat, ia menggeleng ribut.

"Tidak hyung, bagaimana jika kau tidak kem--"

"Sst, pikirkan dan ucapkan hal baik Jungkook. Hyung akan kembali, Hyung berjanji." Ucap Jimin sembari menunjukkan jari kelingkingnya.

Jungkook membalas janji itu dengan sedikit tak rela.

"Bagaimana jika aku ikut?" Sarannya. Namun Jimin menolak.

"Lalu siapa yang mengawasi di sini? Jungkook, Hyung hanya akan pergi beberapa saat saja. Hyung sudah berjanji bukan?"

YOONMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang