JANGAN PERNAH MENGAMBIL KEPUTUSAN SAAT SUASANA HATI SEDANG PANAS. KERAS KEPALA? MAKA MENYESAL YANG AKAN JADI KONSEKUENSINYA
--RINJANI FABYOLA--"Bodoh! Goblok banget sih, ah! Tolol!" Rinjani mencaci dirinya sendiri. Berkali-kali ia memukul mulutnya, merutuki kebodohan yang dilakukannya beberapa saat lalu.
"Kita putus!"
Tubuh cowok itu menegang. Wajahnya kecewa dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedangkan Rinjani berusaha mempertahankan ekspresi dingin di wajahnya, padahal dia sedang mati-matian menahan air matanya. Sudah tahu, kan? Meskipun galak Rinjani itu sebenarnya gadis yang cengeng.
"Putus, lo bilang? Gak! Sampai kapan, pun, kita gak akan pernah putus!" ucap Galang mantap, tatapannya berubah tajam.
Rinjani tertawa remeh, "lo belum ngerti juga? Gue yakin, telinga lo masih berfungsi dengan baik untuk ngedenger ucapan gue waktu itu."
Setelah mengatakan kalimat sarkas itu Rinjani berbalik. Tepat ketika air matanya luruh. Dengan berlari, gadis itu meninggalkan Galang.
Galang terpekur. Rasanya seperti ada batu raksasa yang menghantam dadanya. Galang menatap punggung perempuan itu nanar. Tapi di balik sorot kekecewaan itu terlihat tatapan lain. Tatapan yakin yang tak terbantahkan.
"Bisa-bisanya gue bilang putus. Gue masih sayang sama lo, Lang. Walaupun seharusnya gak boleh. Tapi, gue tersiksa. Tersiksa dengan kepura-puraan ini." Rinjani menyeka air matanya yang terus mengalir sedari tadi. Tak perduli ada yang melihat.
Rinjani meremas jemarinya. Hatinya meminta untuk kembali, namun otaknya berpikir sebaliknya. Di saat hati dan otaknya berperang, langit mendung itu kini mulai menjatuhkan airnya ke bumi. Perlahan semakin deras. Namun, Rinjani tak berniat berteduh sama sekali. Dia membiarkan tangisnya tersamarkan oleh hujan.
Mendadak air yang turun membasahi tubuh Rinjani tidak lagi terasa, padahal di sekelilingnya masih hujan. Rinjani mendongakkan kepalanya. Senyumnya terbit ketika melihat ada sebuah payung hijau yang ada di atas kepalanya. Ia sudah menduga. Tidak mungkin Galang membiarkannya pergi. Cowok itu pasti akan memohon agar Rinjani menarik kata-katanya tadi. Dengan semangat ia berbalik bersamaan dengan senyumnya yang memudar.
"Juna?"
🌿
Galang baru saja memasuki diamond cafe yang rupanya sudah ada tiga orang dewasa, satu remaja, dan seorang anak kecil. Dengan menormalkan ekspresinya, cowok itu berjalan santai sambil memasukkan kedua tangannya di saku hoodie hitam miliknya.
Langsung saja Galang mengambil anak kecil yang ada di pangkuan bundanya lalu menggendongnya. Anak kecil itu sempat tersentak akibat aksi yang tiba-tiba itu. Tapi tak urung senyum bahagia langsung terbit di wajah imutnya.
"Bang Galang!" teriak Titi kesenangan, anak itu lantas memeluk leher abangnya dengan erat. Seolah melepas rindu pada abang kesayangannya.
"Galang! Kebiasaan main ambil gitu aja. Bunda, kan, jadi kaget," gerutu Elma pada putra sulungnya itu. Yang di omeli hanya cengengesan lalu mengambil duduk di sebelah Vincent, ayah Airin. Di tempat mereka tersedia enam buah kursi. Dua saling berhadapan dan dua lagi disisi yang lainnya. Jadi posisinya. Ayah dan Bunda Galang duduk bersebelahan, lalu di hadapannya ada ayah Airin yang barusan bersebelahan dengan Galang, dan Airin yang duduk sendiri di sisi yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJALANG [Completed]
Novela JuvenilGak ada salahnya untuk mendukung penulis dari nol, jangan tunggu viewers banyak dulu baru baca. Challenge nya, baca cerita ini sampai 5 chapter dulu, sanggup? ------------- Rinjani. Bukan nama sebuah gunung, melainkan nama seseorang. Ya, Rinjani Fa...