Mamanya sudah pulang, karena itu Rinjani kembali diantar jemput oleh supir. Seperti sekarang, Rinjani sedang duduk di bangku pengemudi untuk menuju kerumahnya. Sedangkan Regita, kakaknya itu memilih menggunakan mobilnya sendiri ketimbang harus berada di mobil yang sama dengan Rinjani. Sebenci itu.
"Aww... Sakitt...." Seorang gadis kecil menangis ketika dirasanya sakit pada bagian lututnya. Lututnya sedikit mengeluarkan darah akibat terbentur paving block.
"Adek!" seorang gadis yang berumur satu tahun lebih besar itu terkejut ketika dilihatnya sang adik menangis dengan lutut yang berdarah. Seketika dua es krim yang berada ditangannya langsung jatuh dan ia langsung menghampiri sang adik.
"Kak sakit..." katanya menangis sesenggukan. Lalu sang kakak menarik bahu adiknya itu, membantu berdiri. Namun akibat tubuh mereka yang tidak berbeda jauh, akhirnya sang adik kembali terjatuh dan kini kedua lututnya menjadi luka. Lagi. Gadis kecil itu menangis, lebih kuat dari sebelumnya.
"Regita! Kamu apain itu adiknya?!" Dari arah belakang, tampak seorang perempuan dewasa berjalan dengan tergopoh, wajahnya tampak khawatir.
Gadis kecil yang dipanggil Regita itu terkejut, mamanya pasti salah paham. "Rinjani jatuh sendiri, Ma," jelasnya pelan, menunduk.
"Bohong! Mama liat kamu dorong Rinjani. Iya kan?!" bentak sang mama. Regita semakin menundukkan kepalanya, takut.
"Kak Regita gak bohong, Ma, Rinja emang jatuh sendiri." Rinjani, gadis yang lututnya berdarah itu mencoba menjelaskan, tapi mamanya tidak percaya.
"Kamu gak usah selalu ngebelain kakak kamu."
Tin.. tin....
Suara klakson motor itu menyadarkan Rinjani dari lamunannya, ia menghela dan menolehkan kepalanya ke kaca jendela yang ada disampingnya. Terlihatlah seorang cowok yang sepertinya mencoba mengejar mobilnya.
"Non, siapa, ya, non yang klakson-klakson?" Pak supir bertanya pada Rinjani.
"Gak tau pak, gak keliatan wajahnya," sahut Rinjani masih memperhatikan cowok ber-helm full face itu.
"Dia ngejar kayanya, Non."
"Yaudah berhenti bentar, Pak."
Mobil berhenti, bertepatan dengan motor si cowok yang parkir di depan mobil milik Rinjani.
Beberapa detik kemudian, Rinjani terdiam ditempatnya, terkejut dengan apa yang dilihatnya kini.
Galang Aufariski, cowok itu sudah berdiri di dekat jendela, tepat di sebelah tempat duduk Rinjani.
Mau apa dia?!
Tok tok
Rinjani menghela napas berat, lantas membuka kaca mobilnya dengan memasang wajah super jutek.
"Mau ngapain, sih, lo?! Segitu penguntitnya, ya, lo!" sembur Rinjani berteriak dari dalam mobil.
Galang sedikit dibuat terkejut oleh suara yang cukup keras itu. "Turun, gak sopan ngomong sama orang kayak gini," ujarnya lalu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINJALANG [Completed]
Teen FictionGak ada salahnya untuk mendukung penulis dari nol, jangan tunggu viewers banyak dulu baru baca. Challenge nya, baca cerita ini sampai 5 chapter dulu, sanggup? ------------- Rinjani. Bukan nama sebuah gunung, melainkan nama seseorang. Ya, Rinjani Fa...