Chapter 17

137 26 2
                                    

Pagi-paginya setelah sarapan, peserta melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka berjalan menuju Curug Seribu yang terletak di kawasan Wanawisata Gunung Bunder. Perjalanan kali ini terasa lebih menantang. Melalui jalan setapak yang lumayan sempit, licin, berbatu, dengan tanjakan dan turunan yang terjal. Jalur itu juga berbelok-belok, terdapat tebing curam dan jurang terjal di sebelah kanan dan kiri yang di hiasi pepohonan dan semak lebat yang tumbuh di sekitarnya.

Peserta mulai kepayahan apalagi ketika harus menuruni tangga-tangga yang terbuat dari batu-batu alam. Para cowok diminta untuk membantu memegangi yang cewek, dan panitia juga membantu para peserta.

"Kali ini lo gak boleh nolak bantuan gue. Batunya licin, nanti lo nyungsep. Gue bahkan belum nembak lo."

Rinjani kali ini tak menoleh. Lebih tepatnya tak menyadari bahwa tangannya sedang dipegangi oleh Galang. Perhatiannya terfokus pada pemandangan di depannya. Dadanya sesak ketika dilihatnya Fathur dengan sabar menuntun Syvanya yang kesusahan menuruni tangga. Ia bisa merasakan betapa Fathur sangat menjaga kekasihnya itu. Sejak bermalam di Kawah Ratu, Rinjani memilih untuk menghindari Fathur, tak ingin Fathur melihatnya.

Sreet.

Rinjani tergelincir, tapi untungnya Galang dengan sigap manangkap tubuh kurus itu hingga menubruk dada bidangnya.

"Rinja lo gak apa-apa?! Hati-hati dong! Astaga!!" Dara terpekik ketika Rinjani nyaris saja terjatuh.

"Gue gak apa-apa," jawab Rinjani.

"Lang! Lo jagain Rinja, dong. Gimana, sih?!" Galang pun terkena omelan.

"Iya gue pegangin, kok, tapi dianya ngelamun," ujar Galang.

"Ya udah, gak usah debat! Orang gue gak apa-apa!"

Setelah perkataan Rinjani, mereka menghentikan perdebatan dan melanjutkan perjalanan.

Mereka berjalan lebih dari satu jam. Dari jauh terdengar suara gemuruh air yang jatuh dari ketinggian, tanda bahwa lokasi Curug Seribu mulai dekat.

Akhirnya mereka tiba di Curug Seribu sekitar 200 meter dari Curug Anakan. Curug Seribu merupakan air terjun yang terletak di ketinggian 1000 meter dari permukaan laut. Air terjun ini adalah yang tertinggi di daerah ini, sekitar 100 meter dengan muara di bawahnya sedalam 20 meter. Di sekelilingnya terdapat pepohonan, semak dan batu-batu besar yang di selimuti lumut berwarna merah kecoklatan yang licin.

Rombongan mereka akhirnya dapat bernapas lega. Melihat segala keindahan yang terpampang nyata, dan juga udara yang sejuk dan segar. Tak sia-sia mereka melalui segala perjalanan yang melelahkan untuk tiba di tempat ini. Tempat ini benar-benar mengagumkan.

Mereka lalu sibuk dengan aktivitas masing-masing, ada yang langsung berenang dan bermain di bawah air terjun, duduk-duduk diatas bebatuan, berfoto, berbicara dengan temannya tentang betapa bahagianya ia bisa ada ditempat ini.

Rinjani memilih untuk duduk sejenak di atas bebatuan sungai, merilekskan tubuhnya. Hingga ia menyadari ada seseorang yang duduk di sebelahnya.

"Gak mau main air?" tanya Galang, menyamankan posisi duduknya.

"Bentar lagi."

Galang tersenyum miring, sebuah ide jail terlintas di otaknya. Dia mendorong Rinjani, dan...

Byuur!

"Eh sialan! Rese banget sih lo!!" seru Rinjani kaget ketika tubuhnya terdorong ke sungai dan membasahi tubuhnya hingga punggung. Galang tertawa puas.

"Sini gak lo!!" Rinjani berusaha menarik tangan cowok itu, dan akhirnya mereka berdua tercebur ke sungai dan saling tertawa. Entah apa yang lucu.

Di kejauhan, tampak sepasang mata redup yang memperhatikan interaksi keduanya. Rasanya campur aduk. Senang, sedih dan kecewa. Munafik jika ia tidak cemburu melihat gadis yang di sukainya terlihat bahagia bersama orang lain. Namun, di sisi lainnya, ia juga bahagia ketika Rinjani tampak bahagia walaupun bukan dirinya yang menjadi alasan di balik tawa gadis itu.

RINJALANG [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang