Chapter 40

116 20 1
                                    

PERHATIAN INI MEMANG UNTUKNYA SAAT INI. TAPI HATI INI TIDAK!
--RINJANI FABYOLA--

Galang mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, membelah padatnya jalanan di Ibu Kota. Cowok itu melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah lebih sepuluh menit dari bel masuk sekolah, pasti gerbang sudah tertutup. Jika ia nekat datang, maka mereka berdua pasti mendapat hukuman nantinya. Galang tidak mau, kasihan Rinjani. Pacarnya itu pasti sudah capek menyelamatkan diri dari kejaran anjing. Galang memutar otak.

Di pertigaan, Galang mengambil arah yang berlawanan dari sekolahnya. Cowok itu berniat mengajak Rinjani ke suatu tempat. Ya, bolos. Sesekali bolos tidak apalah, pikir Galang. Lagian, ia juga ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadisnya. Karena tiga hari lagi, Galang sudah harus terbang ke Melbourne.

Rinjani yang menyadari bahwa arah yang di tuju oleh Galang saat ini bukanlah arah menuju ke sekolah mereka sontak mengangkat kepalanya dari bahu Galang, "Lang! Kita mau kemana? Ini bukan arah ke sekolah, lho. Kamu gak lupa, kan?" tanya Rinjani dengan sedikit kencang agar cowok itu mendengarnya.

"Rumah pohon," sahut Galang.

"Hah?! Mau ngapain kesana? Kita gak ke sekolah?"

"Bolos sekali aja gak bakal bikin kita tinggal kelas, kok. Lagian, kapan lagi kita bisa bolos bareng? Kamu tau tiga hari lagi aku pergi. Jadi kita nikmatin sisa-sisa waktu ini untuk buat kenangan."

Rinjani terdiam, tidak mau berbicara lagi. Perkataan Galang seketika membuatnya sedih.

Egois, gak, sih, kalau aku minta kamu untuk tetap tinggal? Rinjani membatin sambil mengeratkan pelukannya di pinggang pacarnya.

Sama-sama terdiam selama perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di rumah pohon. Rumah pohon yang menyimpan sejuta kenangan, antara satu perempuan dan dua lelaki yang tak saling kenal.

Sedari tadi, Rinjani terus menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sudah basah. Ya, gadis itu menangis. Dan sebisa mungkin dia menahan isakan itu agar tidak keluar.

"Yuk, By." Galang menghentikan langkahnya sebentar, "bentar, deh. Kamu kenapa nunduk terus?" tanyanya sambil berusaha melihat wajah gadisnya yang enggan terangkat.

"E-enggak! Emm... Itu, kelilipan. Tadi kemasukan debu," dustanya, lalu pura-pura mengucek matanya agar lebih meyakinkan. Tapi Galang tidak sebodoh itu untuk percaya. Dia tahu kalau pacarnya itu tengah berbohong. Rinjani gelagapan ketika Galang memaksa dagunya untuk naik.

Dengan cepat, Rinjani berbalik, "bentar, aku mau letakkin tas di motor kamu, ribet bawanya." Galang bergeming, sama sekali tidak percaya pada alasan aneh Rinjani. Pacarnya memang galak, tapi dia sama sekali tidak ada bakat berbohong.

Galang menunggu saja, sampai kapan Rinjani akan bertahan. Namun, cewek itu tak kunjung berbalik dari motor, membuat Galang menjadi tak sabaran. Cowok itu memutuskan untuk menghampiri Rinjani.

"By kamu kenapa, sih? Kalau ada apa-apa itu bilang. Aku bukan cenayang," ujar Galang yang berusaha kembali menaikkan dagu gadis itu. Cukup sulit sampai akhirnya Galang berhasil, wajah Rinjani terangkat seutuhnya, menampakkan linangan air mata yang membasahi pipi mulusnya.

"Kamu nangis?"

"Enggak! Dibilang aku kelilipan!" sudah ketahuan masih saja mengelak.

"Kamu nangis, ini. Sejak kapan kelilipan banjir begini?" Rinjani menepis tangan Galang yang menyentuh pipinya.

"By?" dan suara isakan kecil keluar.

"Sayang kamu kenapa? Hei?" di ikuti dengan isakan-isakan lainnya. Rinjani kalah dalam pertahanannya sendiri. Gadis itu menumpahkan air matanya, tak sanggup untuk menahan bendungan itu.

RINJALANG [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang