Chapter 27

93 18 1
                                    

Juna baru saja selesai merapikan peralatan belajarnya. Perlu di ketahui, cowok itu sudah berhenti sekolah sejak tiga tahun terakhir, saat dirinya menginjak kelas tiga SMP. Lebih tepatnya saat orangtuanya membawanya ke Jerman untuk menjalani pengobatan. Juna terpaksa menghentikan pendidikannya selama satu tahun penuh lalu melanjutkan kembali pendidikannya dengan metode home schooling hingga saat ini.

Tiga tahun terberat yang harus dilalui oleh cowok itu, check up rutin, bolak-balik ke rumah sakit, hingga kemoterapi. Tidak jarang Juna meminta guru yang mengajarinya datang ke rumah sakit lalu belajar di sana.

Tapi, itu semua telah berlalu. Kini, dirinya di nyatakan telah sembuh total meskipun belum di perbolehkan untuk kembali bersekolah di tempat yang seharusnya.

Juna beranjak menuju ranjangnya, entah mengapa tubuhnya sangat lelah saat ini, belakangan ini lebih tepatnya. Juna bahkan ngos-ngosan hanya karena menaiki tangga menuju kamarnya dan juga sesekali dadanya terasa sesak.

Setelah memposisikan tubuhnya dengan nyaman, Juna meraih ponselnya lalu membuka aplikasi Galeri yang memunculkan foto kenangannya bersama sahabat perempuannya itu. Di foto itu tampak dirinya berdiri di belakang sahabatnya dengan tangan yang terentang di udara, tampak sangat bahagia.

"Andai dulu gue gak sakit, La. Andai waktu itu gue gak ninggalin lo. Pasti sampai sekarang kita masih sahabatan, masih sedeket dulu. Atau bisa aja sekarang kita udah pacaran."

Lalu cowok itu beralih ke aplikasi WhatsApp tempat dirinya menyimpan nomor cewek itu yang di dapatkannya melalui kakak sahabatnya, yang juga teman lamanya.

Namun, tiba-tiba Juna merasakan denyutan di kepalanya. Teramat sakit hingga cowok itu meremas kepalanya dengan kuat.

"Arrgh..." erangnya sebelum tubuhnya terbaring tak bergerak diatas ranjang dengan ponsel yang berada di genggamannya.

🌿

Sedari tadi Rinjani bergerak gelisah di ranjang miliknya. Dari tidur, duduk lalu tidur kembali dan berguling-guling hingga akhirnya dia mengerang karena jidatnya yang luka terkena gesekan akibat dirinya yang bergerak-gerak.

"Arrgh, dasar gak peka!" dan kini, cewek berpiyama polkadot itu melempar ponselnya ke atas ranjang dengan wajah yang tertekuk kesal.

Baru saja Rinjani hendak menjejakkan kakinya kelantai, ponselnya mengeluarkan bunyi. Rinjani tersenyum lebar dan agak sombong. Dengan anggun dia mengambil ponsel bersamaan dengan ekspresi wajahnya yang berubah bingung.

"Aish. Gue kira Galang. Siapa ni?" gerutu cewek itu menatap deretan angka yang meneleponnya itu.

Bimbang, mau tak mau Rinjani memutuskan mengangkat. Siapa tahu saja penting. Beberapa detik telepon tersambung, namun tidak ada suara dari sang penelepon. Hanya ada suara-suara berisik -yang entah apa itu- dari sana.

Rinjani mengernyit bingung. Orang itu maunya apa, sih? Sudah di angkat tapi sama sekali tidak ada suara. Oh ayolah, Rinjani sedang tidak mood untuk bermain-main.

"Maaf, ini siapa, ya? Kalau gak ngomong, saya ma-"

"Arrgh..." Suara erangan itu membuat Rinjani terkesiap. Itu jelas-jelas suara laki-laki yang terdengar sedang merintih kesakitan. Apakah sedang terjadi sesuatu disana, lalu orang itu berniat meminta pertolongan padanya.

"Halo, Mas. Mas baik-baik aja, kan? Atau lagi kesakitan? Halo... Halo..."

Sia-sia. Sama sekali tak ada sahutan dari sang penelepon, suara berisik tadi juga mendadak hening. Itu membuat Rinjani panik. Bisa saja, kan, laki-laki itu mendadak pingsan atau...

RINJALANG [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang