"Pesenin gue lagi satu," ucap Astin membuat teman-temannya menelan silava mereka susah payah. Bagaimana tidak, ini sudah bakso ketiga yang cewek itu makan. Dan sekarang dia mau lagi?!
"Tin... lo---"
"Pesenin sekarang!" potong Astin. Tak lupa juga menatap tajam Abil membuat nyali cowok itu menciut.
"O-oke." Abil bangkit dan berlari menjauh. Tak lama dia satang dengan satu mangkuk bakso di tangan.
Melihat itu, Astin langsung memakan bakso dengan tidak santai.
"Pelan-pelan, Tin," ucap Afan tapi tidak dihiraukan Astin. Cewek itu malah menusuk baksonya sambil membayangkan wajah Windy.
Moodnya yang buruk kini semakin buruk saat melihat tepat di pintu kantin, Revan dan Windy sedang berjalan berdua memasuki kantin. Tak lupa juga Windy yang berusaha merangkul lengan Revan.
Dimana dua curut itu? Kenapa mereka biarin Revan sama Windy ke kantin berdua? Akkhhh! Awas lo Fadil, Fauzan!!! teriak Astin dalam hati. Sekarang moodnya benar-benar buruk.
"Tin, jangan diliatin," tegur Rohan karena melihat raut wajah Astin yang sudah memerah karena kesal.
Saat melewati meja mereka, Windy sengaja mengibaskan rambutnya membuat Astin ingin sekali menggunting rambut itu hingga habis tak tersisa.
"Sok cantik," gumam Fikri yang masih bisa didengar oleh Windy sehingga membuat langkah cewek itu terhenti.
"Lo bilangin gue? Maaf kayanya lo salah orang deh. Yang sok cantik itu dia bukan gue," ucap Windy menunjuk Astin yang hanya menatapnya datar.
"Pergi lo," ucap Afan dingin.
"Ayo, Van. Kita duduk di situ aja." Windy menuntun Revan menuju meja tepat di hadapan Astin.
"Gue pesenin dulu makanan," kata Windy lalu berjalan menjauh. Setelah di rasa Windy pergi, Astin mengangkat kepalan tangannya dengan mata yang menatap tajam Revan membuat cowok itu tersenyum kecut dengan mulut yang bergerak mungucapkan kata maaf.
Tak lama Windy datang membawa napan. "Ini, Van."
"Thanks."
"Gakpapa. Itu udah jadi kewajiban gue." Tiba-tiba Astin tersedak setelah mendengar ucapan Windy.
"Nih, minum." Dandi menyerahkan menumannya pada Astin dan langsung di teguk habis oleh cewek itu.
"Buset! Kaget gue denger cabe kurang belaian ngomong," ucap Astin sengaja mengeraskan suara agar target mendengarnya.
Seakan tidak mendengar apa-apa, Windy malah mengambil sendok dari tangan Revan berniat menyuapi cowok itu.
Cukup. Mood Astin kini benar-benar hancur. Saat Astin ingin berdiri meninggalkan kantin, Fikri menahan tangannya.
"Apa?" tanya Astin galak.
"Duduk dulu. Noh liat," Fikri memberi kode lewat lirikan matanya. Astin mengikuti lirikan Fikri dan mendapati Fadil dan Fauzan tengah berlari menghampiri meja Revan dan Windy.
Karena penasaran apa yang ingin dilakukan dua curut itu, Astin kembali duduk.
"VAN!" jerit Fadil berlari mendekati Revan. Dengan sengaja cowok itu menyenggol lengan Windy, sehingga membuat sendok yang di tangan Windy jatuh ke lantai.
"Fadil, hati-hati dong!" kesal Windy yang di balas cengiran oleh cowok berambut acak-acakan itu.
"Sorry, sengaja. Eh maksudnya gak sengaja."
"Ada apa?" tanya Revan.
"Ada kabar buruk," ucap Fadil. Fauzan yang bodo amat segera duduk di hadapan Revan.
"Kabar Apa?"
"Perut gue dari tadi demo, minta diisi," ucap Fadil, lalu tanpa dosa duduk di tengah-tengah antara Windy dan Revan.
"Fadil minggir, duduk aja tuh di sebelah Fauzan," kesal Windy mendorong Fadil pelan.
"Jangan duduk di sebelah gue," sahut Fauzan yang sedang memainkan ponsel.
"Tuh si Fauzan gak mau. Gue duduk sini aja lah. Lagian lo masih bisa napas kok, jadi gak masalah," ucap Fadil. Matanya melirik mangkok bakso Windy yang masih utuh tak tersentuh.
"Makasih, Win." setelah mengucapkan itu, Fadil langsung memakan bakso itu dengan santai.
"Makan, Van. Jangan sungkan," ucap Fadil mempersilahkan Revan makan.
"Bagi juga." Fauzan merampas mangkok di hadapan Fadil dan langsung menakannya.
"Eh, Van. Lo tadi dipanggil."
Revan beralih menatap Fadil yang juga sedang menatapnya. "Sama siapa?"
"Bu Rikma. Ayo buru sebelum tuh guru ngamuk." Fadil berdiri sambil menarik Revan agar ikut berdiri.
"Zan ayo cepetan. Win, makasih yah traktirnya!" teriak Fadil yang suda berlari diikuti Revan dan Fauzan.
Ck. Sialan! Kesal Windy.
"Ekhem!" Astin berdehem dengan keras membuat Windy menoleh dan menatap cewek itu sedang menahan tawa.
Windy berdiri dari duduknya dan menghampiri meja Astin. "Kenapa lo? Sakit hati karena lo kalah?" tanya Windy sinis.
"Cih, sakit hati? Gak guna banget," ucap Astin sinis lalu berdiri dari duduknya.
"Cabut guys." Astin mengenggol bahu Windy diikuti kelima temannya.
Akkhh!! Sialan. Awas lo, Tin!
*****
Revan menyerngit bingung saat mereka berjalan bukan menuju ruang guru.
"Ruang guru udah lewat woy," ucap Revan membuat kedua sahabatnya menatapnya.
"Emangnya kenapa?" tanya Fauzan mengangkat satu alishya.
"Ck. Ayo kita ke ruang guru."
"Mau ngapain? Emang lo guru?" kini Fadil bertanya dengan tampang yang menyebalkan di mata Revan.
"Bangsat. Kata lo tadi bu Rikma manggip gue," kesal Revan.
"Gue bohong."
Revan langsung menatap datar Fadil. "Kampret lo."
"Harusnya lo bersyukur. Emang lo mau Windy nempelin lo terus?" tanya Fadil ketus yang dijawab gelengan polos oleh Revan.
"Itu mah akal-akalan Fadil doang biar Windy gak deket-deket sama lo," ucap Fauzan agar Revan paham.
"Oh gitu."
"Ih giti," ucap Fadil kesal dengan memajukan bibir bawahnya.
****
Hai hai haaaiiiiii!!!Segitu dulu yah^_^
Sampai jumpaaaaaaa🙃🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Muda [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ____ Astin Ananta. Seorang cewek yang bersahabat dengan lima cowok tampan. Mereka berenam yang terkenal dengan nakalnya pindah di SMA Garuda. Mereka juga suka membuat onar, belum lagi Astin yang sangat membenci ketua osis di...