65

7.3K 431 36
                                    

Sudah setengah jam, tangan Revan mengelus perut besar Astin karena sedari tadi tak henti-hentinya perempuan itu mengeluh sakit.

Bukannya lebih baik, perut Astin malah bertambah sakit membuat keringan berjatuhan di pelipisnya.

"Van, a-aku gak kuat, Van. Perut aku sakit banget!" ringis Astin membuat mata Revan yang sedari tadi tertutup langsung terbuka lebar-lebar.

"Astagfirullah!"

"Van, kayanya aku mau lahiran," ucap A stin terputus-putus.

"Ya Allah, kamu tahan yang. Kita ke rumah sakit sekarang!" Revan langsung mengangkat Astin dan membawanya ke rumah sakit. Tak lupa lelaki itu menghubungi orang tua mereka dan teman-teman.

"Astagfirullah, tahan sayang," gumam Revan di sepanjang perjalanan.

Setelah sampai di rumah sakit. Revan menggendong Astin dan memasuki rumah sakit dengan wajah memerah.

"DOKTER! DOKTER! TOLONGIN ISTRI SAYA!" teriak Revan menggema.

Tiba-tiba beberapa perawat datang dengan membawa brankar. Dengan sedera Revan meletakan Astin dan menggenggam tangan perempuan itu memberinya kekuatan.

"Perut aku sakit, Van!" erang Astin.

"Iya aku tau. Kamu tahan sayang," gumam Revan.

"VAN!" teriakan itu menggema di koridor.

Tanpa menoleh, Revan sudah tau kalau itu suara milik teman-temannya. Kalau tidak salah dengar, Revan juga mendengar suara Fandi dan Riski. Mungkin teman-temannya datang bersama kedua orang tuanya dan mertuanya.

"Sayang, kamu yang kuat!"

Brankar Astin sudah memasuki ruang persalinan sementara Revan berhenti tepat di depan pintu dan menoleh dengan mata memerah.

"Van, kamu masuk. Semangatin istri kamu," ucap Dewi yang diangguki mereka semua.

Revan mengangguk lalu memasuki ruang persalinan dan mengambil posisi di sebelah istrinya yang sedari tadi merasakan sakit yang luar biasa di perutnya.

Para perawar dan dokter sudah memakai baju berwarna hijau beserat sarung tangan mereka.

"AAAA! VAN SAKIT!!!" teriak Astin.

"Tahan, sayang. Aku di sini," gumam Revan sambil menghapus peluh keringat di kening Astin.

"Kami akan memulainya," ucap sang dokter yang di angguki Revan.

"Aku tau kamu kuat, sayang. Bertahan yah, bentar lagi kita akan jadi orang tua," ucap Revan berusaha mengalihkan perhatian Astin agar perempuan itu tidak terlalu fokus ke rasa sakitnya.

"VAN SAKIT VAN!!!"

Revan menatap sendu Astin. Mata cowok itu berkaca-kaca. Mana bisa dia melihat istrinya kesakitan seperti sekarang? Kalau bisa, Revan siap menanggung rasa sakitnya!

"ARRGGHHH!! REVAAANNNN SAKIIIIIITTT!" erang Astin sambil mencakar lengan Revan hingga tergores.

Astin menarik napasnya lalu mulai mendorong agar bayinya keluar.

"REVAAAAANNN!!!"

"Ya Allah, Sayang kamu tahan yah. Aku ada di sini," lirih Revan mulai terisak pelan.

"ARGHHH!! JANGAN NANGIS, VAN. AKU YANG SAKIT!!!" teriak Astin sambil meremas lengan Revan kuat.

"Iya-iya. Kamu kuat, sayang. Aku di sini buat kamu dan calon anak kita," ucap Revan.

"ARRGHHH!!!!"

Suara tangisan bayi memenuhi ruangan membuat air mata Revan runtuh.

"Selamat yah. Anaknya laki-laki," ucap dokter itu tersenyum.

Nikah Muda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang