35

9K 692 188
                                    

Sebelum baca vote dulu yekan biar sama-sama enak hehe^_^

Kalian bisa nemu cerita aku ini dari mana sih? Jawab yah kalau gak keberatan>_<

Astin berjalan di koridor dengan santai. Kali ini, cewek itu mengikat rambutnya menjadi dua bagian dan menggulungnya.

"Woy curut!" teriak Astin membuat kelima temannya menoleh. Dengan segera, Astin berlari di tengah-tengah kelima cowok itu.

"Lo ke sekolah sendiri?" tanya Fikri yang tidak melihat Revan. Biasanya cowok itu akan berjalan bersama Astin di koridor.

"Gue berangkat bareng Revan."

"Terus, mana dia?"

"Dia lagi di panggil. Biasa urusan osis mungkin," jawab Astin seadannya.

"Itu salah satu alasan kenapa gue gak mau jadi ketua osis," ujar Rohan yang mendapat tatapan menggelikan dari teman-temannya.

"Emang ada yang mau angkat monyet jadi ketua osis?" Rohan menatap tajam Fikri yang kalau bicara sakitnya nembus ke pankreas.

"Heh, harusnya lo bersyukur masih ada monyet yang mau sahabatan sama babi," balas Rohan sengit.

"Udah-udah, sesama kalian gak boleh ribut," lerai Dandi menghentikan perdebatan sengit itu.

"Tai lo," ketus Fikri dan Rohan bersamaan.

"Eh kita ke rooftop yuk. Gue males masuk kelas nih." Mereka semua mengalihkan pandangannya pada Astin yang memasang wajah memelas.

"Ya udah. Gue juga males banget masuk kelas," ucap Abil yang langsung mendapat jitakan maut dari Afan. "Emang lo gak pernah rajin kalau masuk kelas."

"Gak usah pake jitak juga bisa kan Tuan Afan yang terhormat," kesal Abil yang mengundang tawa dari teman-temannya.

*****

Revan berjalan memasuki kelas dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana abu-abunya. Cowok itu langsung duduk di kursinya dengan santai.

"Punya mertua yang punya sekolah mah beda, mau datang kapan aja bebas," cibir Fadil pelan agar tidak terdengar oleh teman-teman kelasnya.

Revan menoleh tajam. "Gue habis dari ruang osis kampret!"

"Alah alesan aja lo."

"Kalau gitu lo gantiin gue jadi ketua osis," ucap Revan yang mendapat gelengan cepat oleh cowok berlesung pipit itu. "NO!! Gue gak mau. Gue gak mau."

"Punya temen gini harus sabar yah Van. Dia gak tau malu, kita yang harus tahan malu," ucap Fauzan saat teman-teman kelasnya menoleh pada mereka bertiga karena teriakan dramatis dari Fadil.

"Kurang ajar lo, Zan," kesal Fadil sambil melemparkan pulpen pada Fauzan. Namun lemparannya meleset sehingga mengenai orang yang baru saja memasuki kelas.

"Awww," pekik orang itu sambil memegangi jidatnya.

"Eh kena si Windy," kaget Fadil tidak menyangka. Fadil mencium tangan kanannya berulang-ulang kali karena telah melempar Windy.

"Tangan gue emang ajaib," ucap Fadil membuat Fauzan tertawa terpingkal-pingkal. "Punya temen yang akhlaknya hasil give away gini nih."

"Ih Fadil!!" kesal Windy sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Jangan gitu Win. Jijik gue liatnya," balas Fadil tak kalah kesal karena Windy memanggil namanya dengan nada yang menggelikan di telinganya.

Windy berjalan mendekati Revan. "Van, Fadil tuh lempar gue pakai pulpen," adu Windy berharap Revan akan membelanya. Eh jangan mimpi yah neng.

Nikah Muda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang