07

10.8K 906 36
                                    

Astin berjalan santai memasuki ruang kepala sekolah diikuti oleh kelima temannya. Perempuan itu juga sedang mengunyah permen karet. Di dalam ruang kepala sekolah sudah ada Dian, Bu Mila, Farhan dan guru-guru lainnya.

"Astin duduk," perintah Farhan yang di turuti oleh cewek itu.

"Kalian ngapain ke sini? Kalau tidak berkepentingan lebih baik keluar dulu," ucap Farhan pada teman-teman Astin menggunakan bahasa formal.

"Mereka keluar saya keluar," ucap Astin sementara Farhan hanya menghela napas pelan.

"Kami sudah menghubungi Papa Dian dan sekarang beliau sedang dalam perjalanan," Astin hanya mengangkat bahu acuh tidak peduli dengan apa yang Farhan ucapkan.

Sementara teman-teman Astin hanya menatap sinis Dian yang sedang menangis sambil memegangi lehernya. Drama.

Tak lama seorang pria paruh baya dengan setelan jas memasuki ruangan setelah mengetuk pintu.

"Mana yang ingin membunuh anak saya?" Astin dan kelima temannya hanya menatap datar Papa Dian.

"Duduk dulu Pak, kita bisa bicarakan ini baik-baik," ucap Bu Mila menenangkan Papa Dian.

"Astin bisa kamu ceritakan kenapa kamu bisa mencekik Dian?" tanya Farhan.

"Oh, jadi anak ini yang hampir membunuh anak saya?" Astin hanya menatap datar Papa Dian sambil melipat tangan di depan dada.

"Tenang dulu Pak, kita bisa bicarakan ini baik-baik," ucap Farhan.

"Bagaimana saya bisa tenang kalau anak saya hampir saja dibunuh oleh anak sialan ini!" teriak Papa Dian. "Kamu bisa saya laporin ke polisi atas tindakkan kamu itu," sambungnya.

"Saya gak akan mengotori tangan saya untuk menyentuh anak anda kalau dia sendiri gak nyari masalah sama saya," ucap Astin berusaha tenang.

"Alah gak usah alesan kamu! Dasar anak berandalan."

"Kalau saya berandalan emang kenapa? Apa urusan anda? Apakah itu merugikan anda? Enggak kan?"

"Dasar anak gak tau sopan santun! Orang tua kamu gak ngajarin kamu bagaimana cara menghormati orang tua!?" bentak Papa Diam membuat Astin mengeplkan tangannya. Bukan hanya Astin, kelima temannya pun sama. Sementar Farhan menatap tajam Papa Dian. Dia tidak terima Kakak dan Kakak iparnya di sebut-sebut.

"Anda tidak usah sebut orang tua saya karena mereka sudah mendidik saya dengan baik. Harusnya saya yang tanya sama anda. Apakah anda mendidik anak anda!?" ucap Astin dengan napas memburu.

"Oh iya harusnya gue gak heran anaknya gini karena memang orang tuanya pun sama." Dian dan Papanya mengepalkan tangan mendengar ucapan Astin.

"Dasar anak gak tau sopan santun!" Papa Dian mengangkat tangannya bersiap menampar pipi Astin, tapi di tahan oleh seseorang.

"Jangan berani sentuh dia kalau gak mau berakhir di rumah sakit," ucap Afan sambil melepaskan tangan Papa Dian secara kasar.

"Cari tau dulu kebenarannya baru bertindak. Jangan heran anak anda di gituin karena memang dia yang salah," ujar Fikri.

"Lo aja gak terima anak lo di gituin apa lagi Astin yang orang tuanya dibilang yang enggak-enggak sama anak lo sendiri." Sahut Rohan emosi.

"Lo kan orang tua, jadi berfikir lah sebelum bertindak. Jangan karena anak lo yang tersakiti jadi lo udah berfikir kalau dia benar," sahut Dandi.

"Pakai otak jangan hanya mengandalkan materi," tambah Abil, lalu mereka keluar dari ruang kepala sekolah.

"Gue dan teman-teman gue menghormati orang bukan dari usinya, tapi cara dia memperlakukan kita semua." setelah mengucapkan itu, Astin menyusul teman-temannya yang sudah di ambang pintu.

***

Astin dan kelima temannya melajukan motor mereka menuju tempat yang sering mereka sebut dengan markas. Tempat itu adalah sebuah bengkel kecil milik Paman Sam. Mereka juga sering membantu Paman Sam untuk memperbaiki motor atau mobil jika mereka sedang tidak ada pekerjaan.

"Kalian bolos lagi?" tanya Paman Sam saat melihat keenam brat yang sudah dia anggap seperti anak sendiri itu memasuki bengkel.

"Iya Paman," balas mereka serempak lalu duduk di kursi.

"Kenapa bolos?"

"Kita malas di sekolah," jawab Abil sambil memakan cemilan yang ada di atas meja. Sementara Paman Sam hanya menggelengkan kepala.

"Ya sudah, Paman mau kerja dulu yah."

"Kita bantu yah Paman," ucap Astin yang mendapat gelengan dari beliau.

"Kalian istirahat aja," ucap Paman Sam sambil tersenyum lalu pergi keluar bengkel untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Ih sumpah gue emosi banget sama tuh orang," ucap Rohan yang masih emosi sama kejadian di sekolah tadi.

"Sama, gue juga. Pengen tak hiiiihhh." Fikri gemas sendiri.

"Untung gue orangnya sabar. Kalau nggak, udah gue sleding dia," ucap Astin membuat teman-temannya ingin muntah saja sepertnya.

"Eh tapi beneran dah gue benci banget sama Dian-Dian itu, sumpah," ucap Dandi.

"Bukan hanya dia, tapi Kakak sama bokapnya juga gue banci," sahut Afan sambil mengeluarkan sebungkus rokok.

"Awas aja kalau dia cari masalah lagi, gue kerjain dia habis-habisan," ujar Rohan lalu mengambil sebatang rokok yang di keluarkan oleh Afan.

"Bukan hanya lo, tapi kita semua akan bikin dia kapok. Iya gak?" tambah Abil.

"Yoi," balas mereka semua lalu tersenyum.

*****
VOTE & COMMENT YAH!!

Follow instagram: nurhastiin

REVAN DENANDRA

REVAN DENANDRA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ASTIN ANANTA

ASTIN ANANTA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nikah Muda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang