30

9.6K 765 133
                                    

BANJIRI SETIAP PARAGRAF DENGAN KOMENTAR-KOMENTAR KALIAN DONG!!

SENENG TAU BACA KOMENTAR KALIAN.

Revan duduk di atas kasur dengan menatap kosong di depan. Sesekali menghembuskan napas pelan. Cowok yang sedang menggunakan kaos hita polos itu terlihat tidak bersemangat.

Astin yang baru saja keluar dari kamar mandi di buat heran. Cewek yang berpakaian santai itu duduk di pinggir suaminya.

"Van," panggil Astin halus namun tidak mendapat jawaban.

"Revan!" kali ini bukan suara halus melaikan teriakan yang cukup keras membuat Revan menoleh.

"Hmm."

"Kenapa lo lemes gitu? Kaya orang gak makan seminggu aja," celetuk Astin namun Revan lagi-lagi hanya diam.

"Van."

"Revan!" kerena kesal, Astin memegang ke dua bahu Revan dan membalikan dengan kasar agar mereka berhadapan. "Lo dengerin gue gak sih?!"

"Denger."

"Terus kenapa lo gak jawab gue?"

Lagi-lagi Revan hanya diam, tidak menjawab. "Lo kenapa sih, Van? Kalau lo ada masalah, lo cerita sama gue!"

Revan langsung memeluk Astin erat seperti tidak mau melepaskan. Meletakan kepalanya di leher Astin dan menghirup aroma yang sudah menjadi candu banginya. "Lo kenapa sih, Van?"

"Jangan tinggalin gue, gue gak bisa hidup tanpa lo," ujar Revan. Buset si Revan romatis banget.

"Lo gak bisa hidup tanpa oksigen bukan tanpa gue." Nah kan, nih si kutil piranha paling bisa rusakin suasana.

"Gue serius, Tin."

Astin mengehembuskan napas pelan. "Lo takutin Windy?"

Revan mengangguk kepala. "Windy orangnya nekat."

Astin melepas pelukan mereka dan menatap Revan yang ternyata hampir menangis. "Salah satu sifat buruk gue adalah jika seseorang punya niatan rebut milik gue, gue gak akan lepasin tuh orang. Gue akan buat dia sadar, kalau milik gue gak bisa di rebut."

"Tapi gue tekut. Windy itu orangnya licik banget."

"Dia bagaikan pemain dan gue pelatih. Kita liat aja siapa yang game over," ujar Astin tersenyum miring.

"Jangan pernah tinggalin gue, Tin. Gue cinta sama lo, sangat cinta," ujar Revan dengan suara serak.

"Lo hanya perlu jaga kepercayaan gue. Jangan pernah hianatin gue. Kalau pada akhirnya gue dan lo berpisah, berarti kita gak jodoh selamanya."

"Jangan bilang gitu dong, gue takut nih," ucap Revan dengan bibir melengkung ke bawah menahan tangis.

"Bukan gue nentuin takdir."

"Gue gak bisa hidup tanpa lo, Tin."

"Van liat gue. Gue gak tau kedepannya seperti apa, tapi satu yang lo tau. Jika gue berpisah sama lo, maka saat itu juga nyawa dan tubuh gue juga terpisah. Gue gak bisa hidup tanpa lo Van. Tapi gue juga gak bisa lawan takdir."

Revan segera memeluk Astin erat dan menangis kencang. Astin bisa merasakan lehernya basah. Cewek itu mengusap punggung Revan agar tenang.

"Lo cengeng banget sih," ucap Astin terkekeh. Tidak menyangka cowok yang dia kira dingin pada saat pertama kali bertemu ternyata sangat cengeng dan mesum juga tentunya.

Astin melepaskan pelukan mereka dan menatap Revan dalam. Perlahan Astin mencium kedua mata Revan yang basah.

"Udah jangan nangis lagi," ujar Astin menghapus air mata Revan

"Sini gue elus kepala lo, biar lo bisa tidur." Perlahan Revan membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Astin sebagai bantal.

"Lo mau denger cerita gak Van?" tanya Astin seraya mengelus kepala Revan. Sementara Revan hanya menganggukkan kepalanya.

"Waktu gue kelas 10, gue pernah mukul salah satu cewek. Dia itu kakak kelas gue. Lo tau nggak alasan gue mukul dia?" Revan menggelengkan kepala tanda tidak tau.

"Dia berusaha rebut perhatian temen-temen gue. Dia minta tolong sama Rohan buat ajarin dia bawa motor, dia minta sama Dandi buat ajarin dia main game online, dia juga minta sama Abil buat temenin dia makan, dia juga ngasih hadiah topi buat Fikri, dan dia juga nyuruh Afan buat ajarin dia pelajaran kimia yang dia gak ngerti."

"Loh? Kenapa kakak kelas lo minta Afan buat ajarin dia kimia? Bukannya Afan gak pinter? Buktinya waktu itu Bu Rikma nyuruh gue buat ajarin lo semua." Revan memotong ucapan Astin karena merasa bingung.

"Lo salah. Afan salah satu siswa yang berbakat di SMA gue dulu. Diantara kita berenam, cuman Afan yang pinter."

"Terus kenapa Afan---"

"Dengerin gue cerita sampai selesai," potong Astin cepat membuat Revan kembali diam.

"Saat itu, gue rasa temen-temen gue gak peduli sama gue, semua waktu mereka habisin sama kakak kelas gue itu. Gue sangat marah, terus gue labrak kakak kelas gue itu. Gue bilangin sama dia jangan pernah deketin temen-temen gue. Eh dia malah jawab kalau dia gak suka gue temenan sama mereka. Dia bilang, Afan, Abil, Rohan, Dandi dan Fikri hanya milik dia. Gue emosi dong, gue langsung tendang perut dia sampai dia jatuh ke belakang. Gak sampai di situ, gue juga hajar sampai dia hampir gak sadarkan diri." Revan mendengarkan cerita Astin dengan sangat serius, tidak mau ketinggalan satu katapun.

"Setelah puas mukul dia, gue balik dan gue lihat kelima temen gue sedang menatap gue dengan rasa bersalah. Gue natap mereka sekilas lalu gue pergi tanpa peduli sama teriakan mereka." Astin menghebuskan napas pelan lalu kembali bercerita.

"Karena insiden itu, gue di keluarin dari sekolah. Gue gak tau kalau temen-temen gue juga keluar karena mau ikut gue ke sekolah baru. Mereka berlima dateng ke rumah gue saat hujan deras dan minta maaf sama gue. Awalnya sih gue gak mau maafin, tapi karena gue gak tega liat keadaan mereka ya udah gue maafin aja. Sejak itu pas masuk sekolah baru, mereka menjauh saat ada cewek yang pengen deket sama mereka. Bahkan Afan gak pernah lagi nunjukin kepintarannya, kecuali saat ulangan. Itu pun dia ngasih gue dan yang lainnya jawaban," jelas Astin panjang lebar. Revan yang mendengarnya sedikit ngeri. Ternyata istrinya sangat jahat, pikir Revan.

"Solidaritas gue direbut aja gue udah marah banget, apalagi prioritas gue," ujar Astin tersenyum manis.

"Emang prioritas lo siapa?" tanya Revan. Entah kenapa dia ingin Astin mengucapkan kalau dirinya lah prioritasnya.

"My Husband."

*****
Hai semuanyaaaa!

Gimana part ini? Baper nggak?^_^

Jangan lupa vote dan komen!

Nurhastiin💓

Nikah Muda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang