21- Permintaan Maaf

1.5K 76 54
                                    

Selamat Membaca

*****

Seorang cowok dengan penampilan menyedihkan berjalan satu persatu menaiki tangga. Dengan wajah yang tampak tenang dia mendengar suara isakkan-isakkan kecil di telinganya, hingga semakin ia mendekat suara tangisan itu semakin jelas.

Cowok itu membuka pintu yang ada di depannya dan berjalan ke arah kursi yang di duduki Ara.

"Ara salah! Ara salah! Ara salah udah jatuh cinta sama Angkasa! Ara bodoh! Ara salah..." rancau gadis itu.

"Maaf Ra."

Ara mengecilkan suara isakkannya saat mendengar suara dari belakang kursi yang ia duduki. Ara menoleh ke arah belakang dan mendapati sang pemilik suara tersebut, Ara kembali menunduk dan melanjutkan tangisannya.

Cowok itu berjalan ke arah Ara dan duduk di sampingnya. Ara tak menghiraukannya dia tetap melanjutkan menangis.

"Ngapain Angka-sa kesi-ni," ucap Ara di sela isakkannya.

Cowok itu adalah Angkasa, yang sudah membuat Ara menangis seperti ini karena ucapannya. Kejam! Angkasa melihat gadis yang duduk di sampingnya sendu, merasa sangat bersalah atas perbuatannya.

"Maaf Ra gue salah," ucap Angkasa tulus.

"Mending Angkasa pergi dari sini, nggak usah deket-deket sama Ara. Ara kan murahan, Angkasa nggak pantes sama Ara," rancau gadis itu sembari menahan tangisannya.

Angkasa menghela nafas panjang kemudian menatap gadis itu. Bagaimana cara meminta maaf kepada gadis ini? Itulah yang Angkasa pikirkan.

"Lo nggak murahan Ra, gue salah gue minta maaf karena udah ngomong yang nggak bener."

"Jangan nangis lagi ya," lanjutnya.

"Enggak, Angkasa nggak salah kok. Ara yang salah udah gangguin hidup Angkasa sampai Angkasa ngerasa nggak tenang gitu."

"Angkasa tenang aja Ara nggak bakalan ganggu hidup Angkasa lagi kok, mending Angkasa pergi dari sini. Ara lagi pengen sendiri," ucap Ara yang dari tadi menunduk tak berani menatap wajah Angkasa.

"Gue nggak mau pergi dari sini," tolak Angkasa.

"Kalo Angkasa nggak mau pergi, mending Ara aja yang pergi." Ara bangun dari duduknya dan beranjak pergi dari sana.

"Lo nggak boleh pergi." Angkasa mencekal tangan Ara kuat sehingga membuat sang empunya berhenti.

"Maafin gue Ra," ucap Angkasa lagi.

Air mata gadis itu masih mengalir sampai sekarang, bahkan lebih deras dari sebelum Angkasa datang. Ingin sekali rasanya Ara memeluk Angkasa yang sedang ada di sisinya, namun rasanya ia tak pantas untuk melakukan itu.

"Ara sayang banget sama Angkasa dan Ara nggak tau kenapa," batin Ara.

Ara membalikkan badannya menghadap Angkasa. Lalu mendongakkan kepalanya dan menatap cowok dingin yang ada di depannya itu. Mata Ara sedikit membulat saat melihat wajah Angkasa yang memar kebiruan serta cairan merah yang mulai mengalir dari hidungnya. Angkasa kenapa?

"Angkasa nggak usah minta maaf, Angkasa nggak salah kok. Ara yang salah karena udah ngejer-ngejer Angkasa dan ganggu hidup Angkasa," ucap Ara berusaha tak peduli dengan kondisi Angkasa sekarang.

"Maaf Ara udah maksa Angkasa buat suka sama Ara."

"Sekarang Angkasa bebas mau suka sama siapa aja, Ara nggak bakalan ganggu Angkasa lagi."

"Tapi perlu Angkasa tau, hati Ara masih berpihak sama Angkasa."

"Maaf Ara terlalu serius mencintai Angkasa, sampai Ara lupa mungkin Angkasa mencintai orang lain," ucap gadis itu.

"Ara sayang sama Angkasa." Ara pergi meninggalkan Angkasa sendirian di rooftop.

Angkasa menatap gadis cantik itu pergi, membiarkannya tanpa mencegah lagi. Angkasa menarik nafasnya panjang dan menjambak rambutnya sendiri. Merasa frustasi akan semuanya.

"Maaf."

***

Ara berlari masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. Alhena dan Antares yang sedari tadi mencari Ara pun langsung menghampiri gadis itu. Gadis itu membenamkan wajahnya di atas meja.

"Ra, udah jangan nangis lagi ya." Alhena berusaha untuk menenangkan  sahabatnya.

"Ara salah Alhena," rancau gadis itu pelan.

"Nggak Ra lo nggak salah, cowok brengsek itu yang salah." Antares membuka suaranya.

Ara menghentikan tangisannya saat mendengar ucapan tersebut. Ara mengangkat kepalanya dan duduk dengan tegak. Ara menatap tajam Antares yang barusan berkata seperti tadi.

"Angkasa nggak brengsek kok, emang Ara aja yang murahan." Ara menahan air matanya.

"Suutt!! Lo nggak murahan, dia aja yang sok jual mahal," bela Alhena.

Ara menatap Alhena sendu dan memeluk sahabatnya erat. Antares yang mendengar ucapan Ara barusan sangat terkejut. Gadis itu mengatakan dirinya murahan hanya untuk membela cowok yang disukainya.

"Yang Ara nggak papa?" tanya Bima yang baru saja datang.

Alhena yang masih memeluk Ara dengan mengelus-elus kepalanya bak seorang Ibu menatap Bima dan Gema tajam.

"Lo nggak liat sahabat gue nangis!?" seru Alhena.

"Iya gue liat, tenang aja Ra gue udah tampar Angkasa kok. Antares juga udah ngehajar dia," ucap Gema berusaha menenangkan.

Ara melepaskan pelukannya bersama Alhena dan mengalihkan pandangannya ke arah Gema. Dengan wajah yang masih penuh dengan air mata.

"Hajar?" ulang Ara. Ara mengingat wajah Angkasa yang babak belur saat ia temui, apa itu benar karena Antares?

"Iya gue yang mukul dia," tutur Antares mengakui perbuatannya.

Ara menatap tajam Antares, ada apa dengan cowok ini main pukul-pukul Angkasa saja?

"Gue nggak terima Angkasa bikin lo nangis," ucap Antares.

"Nggak ada urusannya sama Antares, mau Ara nangis atau enggak." Ara menatap Antares tajam.

"Tapi Ra--," ucapan Antares terhenti saat melihat Ara yang tiba-tiba bangkit dan berlari keluar kelas.

"Ra! lo mau kemana lagi?!" teriak Alhena.

Ara berlari menyusuri koridor sekolahnya, dengan perasaan sangat khawatir yang menyertainya. Ara bergegas menaiki tangga satu persatu. Dengan nafas yang tergesa-gesa ia sangat buru-buru membuka pintu yang ada di depannya.

Brakk

Ara membuka pintu tersebut dengan kasar. Mata Ara membulat saat melihat apa yang ada di depannya, air matanya mulai mengalir lagi bahkan lebih deras dari sebelumnya.

"ANGKASA!!!"

tbc

*****

sehat selalu,

Follow akun Author supaya dapat notifikasi dan nggak ketinggalan allepetrichor

KEJORA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang