45- Hujan

979 46 5
                                    

Selamat Membaca

*****

Angkasa dan Ara keluar dari rumah sakit kemudian bergegas menuju parkiran. Gadis itu nampak bahagia karena Angkasa sudah berjanji untuk membelikannya balon unicorn, Angkasa hanya bisa berdoa semoga saja penjual itu masih ada di sana. Walaupun belum tentu. Kita doakan saja.

Angkasa memakaikan helm kepada Ara. Senyum gadis itu tidak pernah lepas dari wajahnya. Angkasa pun ikut tersenyum saat melihat pacarnya yang begitu manis nan cantik.

"Jangan senyum terus," ujar Angkasa lalu menaiki motornya. Ara mengerutkan kening heran, dan seketika senyum itu pudar.

"Kenapa? Jelek ya? Angkasa nggak suka kah?" tanya Ara beruntun.

"Nggak."

"Terus kenapa?"

"Senyum lo tuh terlalu manis, gue bisa diabetes liatnya." Senyum Ara kembali mengembang saat mendengar ucapan Angkasa.

"Ishh! Udah pinter ngegombal ya sekarang," rajuk Ara. Angkasa tersenyum menatap gadisnya.

"Yuk berangkat," ajak Angkasa. Ara pun naik ke atas motor Angkasa.

Angkasa langsung menarik gas motornya dengan kecepatan sedang. Mereka berdua berangkat menyusuri jalan raya di Ibu kota yang cukup ramai pada siang menjelang sore ini.

Angkasa mengurangi kecepatannya, saat melewati tempat di mana mamang-mamang penjual balon unicorn tersebut berada. Namun nihil, penjual itu sudah tidak ada. Angkasa menghentikan motornya di pinggir jalan kemudian melepaskan helm. Angkasa menatap gadis yang di boncengnya dari kaca spion.

"Penjualnya udah pergi Angkasa," ujar Ara sembari menatap Angkasa dengan tatapan sendu.

"Sorry Ra." Ara menggelengkan kepalanya, sembari sedikit tersenyum.

"Nggak papa Angkasa, Ara udah nggak pingin balon itu kok."

"Serius?" tanya Angkasa tak yakin. Ara menganggukkan kepalanya antusias dan tersenyum.

"Serius."

"Yaudah kalau gitu. Ayo kita pergi makan," ajak Angkasa.

"Makan di mana?" tanya Ara dengan wajah bingung.

Angkasa tidak menjawab pertanyaan Ara. Cowok itu langsung memakai kembali helmnya dan juga mengendarai motor tersebut.

Setelah perjalanan yang lumayan lama. Kini motor Angkasa memasuki kompleks perumahan elite, tak jauh dari gerbang depan kompleks motor Angkasa berhenti tepat di depan gerbang rumah besar berwarna putih. Seseorang membukakan gerbang tersebut, sehingga motor Angkasa pun masuk ke dalam sana.

Ara turun dari motor Angkasa dan langsung melepas helmnya. Begitupun dengan Angkasa dan melakukan hal yang sama. Ara menatap sekelilingnya bingung, di mana ini? Rumah siapa ini?

"Kita di mana ini Angkasa?" tanya Ara.

"Rumah."

"Rumah Angkasa?" Angkasa menggelengkan kepala, Ara pun mengerutkan keningnya.

"Rumah bokap gue," jawab Angkasa lalu menarik tangan Ara dan berjalan memasuki rumah melewati pintu depan.

"Assalamu'alaikum," ucap Angkasa setelah membuka pintu besar yang ada di sana.

"Wa'alaikumussalam," jawab Clara yang sedang berjalan menuju ruang tengah dengan membawa segelas air putih, gadis itu menengok ke arah pintu utama di sana. Yang menampakkan Angkasa dan Ara.

KEJORA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang