38- Kepercayaan Keluarga

1.1K 59 6
                                    

Selamat Membaca

*****

Ara duduk terbengong di meja makan, masih dengan baju piyama bermotif bunga merah muda. Tatapan kosong, tangan yang menopang dagu sudah hampir setengah jam gadis itu dalam posisi ini sejak turun dari kamarnya.

Tumben sekali, biasanya di hari minggu Ara turun dari atas sudah dengan penampilannya yang cantik dan siap pergi. Namun sekarang gadis itu masih nampak seperti tadi malam.

Crakkk

Ara tersadar dari lamunannya dan melihat ke asal suara tersebut. Ara terkejut ternyata tanpa sadar gadis itu menyenggol gelas yang barusan dia pakai untuk minum, dan kini gelas itu sudah tak berbentuk lagi. Pecah menjadi kepingan beling.

"Ya ampun, kenapa sayang?" tanya sang Mama yang baru saja datang karena suara pecahan tersebut.

"Ini Ma, maaf gelasnya pecah gara-gara Ara." Ara beranjak untuk memunguti pecahan beling tersebut.

"Stop! Jangan dipegang sayang, biar Mama minta tolong mang Adi buat beresin aja." Dewi menarik putrinya untuk kembali duduk dan Ara pun hanya menurut saja.

"Bibi, tolong panggilin mang Adi ya. Minta tolong buat bersihin ini," titah Dewi. Bi Erna pun mengangguk dan segera pergi dari sana.

Dewi pun membawa Ara ke ruang tengah untuk duduk, berniat untuk mencari tempat yang lebih aman. Dari pada di meja makan, di sana masih banyak pecahan beling.

"Sini duduk dekat Mama." Ara pun duduk di sebelah Dewi.

"Kenapa sayang?" tanya Dewi dengan membelai lembut rambut Ara. Ara menggelengkan kepalanya dan memeluk sang Mama.

"Ujiannya susah?" Ara menggelengkan kepalanya.

"Antares gangguin Ara?" Ara kembali menggelengkan kepalanya. Ya! Ara selalu bercerita jika Antares sering mendekatinya dan itu membuatnya risih.

"Tentang Angkasa?" Ara bangkit dan duduk dengan tegak lalu menatap sang Mama hangat.

"Menurut Mama Ara jahat nggak?" tanya Ara. Dewi tersenyum saat mendengar pertanyaan Ara.

"Bagi Mama, Ara itu baik. Anak paling baik yang pernah Mama temuin," jawab sang Mama.

"Emang ada apa?" tanya Dewi.

"Ara diteror di sekolah," jawab Ara. Dewi mengerutkan keningnya bingung.

"Teror?" Ara mengangguk.

"Selama ujian tertulis Ara selalu diteror. Ada orang yang nggak suka sama Ara, dia ngejek Ara lewat tulisan di mading sekolah setiap hari."

"Emang dia ngejek Ara apa?" tanya Dewi.

"Ya kayak gitu, kata-kata yang kurang pantas." Gadis itu memasang wajah muramnya.

"Yaudah besok Mama ke sekolah Ara ya," pinta Dewi. Namun Ara menggelengkan kepalanya.

"Jangan Ma, biar Ara yang selesaiin masalahnya."

"Mama nggak perlu ke sekolah?" tanya Dewi. Ara menggelengkan kepalanya antusias.

"Ara bisa nyelesaiin masalahnya sendiri kok."

"Yaudah kalau gitu, Mama percaya sama Ara. Tapi Ara harus janji nggak boleh nangis dan tetep fokus ujian, sebentar lagi ujian praktekkan?"

"Iya, Ara janji Ma."

"Oke kalau gitu." Dewi tersenyum melihat putrinya yang sudah mulai tumbuh dewasa, berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Mama Ara memang tak jadi datang ke sekolah, namun Dewi tetap mengawasinya melalui orang yang dia percaya yaitu Alhena. Jika memang gadis itu sudah mendapatkan pembulian dan penghinaan yang sangat parah, Dewi akan datang saat itu juga.

KEJORA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang