22- Perasaan Apa?

1.5K 74 53
                                    

Selamat Membaca

*****

Brakk

Ara membuka pintu rooftop dengan kasar. Mata Ara terbuka sempurna, matanya mulai memanas dan mengeluarkan air mata yang cukup deras saat melihat ke arah luar pintu.

"ANGKASAA!!"

Ara melihat Angkasa yang sudah terjatuh pingsan di sana dengan hidung yang mengeluarkan darah. Ara menghampiri Angkasa dan melihat telapak tangan Angkasa yang terlumuri darah tersebut.

Ara tahu penyebab Angkasa pingsan. Tentu saja karena Angkasa telah dihajar habis-habisan oleh Antares sehingga membuat Angkasa babak belur dan mimisan. Kemudian Angkasa mengelap darah di hidung mancungnya dan melihatnya, lalu pingsan. Sangat masuk akal karena Angkasa takut darah. Pikir gadis itu.

"Angkasa bangun." Ara memangku kepala Angkasa.

"Ara nggak boleh nangis, Ara harus cari bantuan."

"Angkasa tunggu sebentar ya," lirih gadis itu sembari menahan tangisannya.

Ara pun masuk ke dalam dan memilih turun lewat lift sekolahnya agar cepat sampai ke bawah. Ara menghampiri teman-temannya dan meminta tolong kepada anggota PMR yang sedang bertugas hari ini.

Mereka membawa Angkasa ke UKS untuk membersihkan luka Angkasa lalu mengobatinya. Antares, Alhena, Bima dan Gema pun ada di sana melihat Angkasa yang sangat lemah dan kacau.

"Biar kita aja yang ngobatin," ucap petugas PMR kelas X tersebut.

"Nggak usah biar Ara aja," tolak Ara cepat.

Ara memang anggota PMR, dia mengikuti Organisasi tersebut dari pertama masuk SMA Sakti. Semua anggota pun tahu akan itu, karena Ara termasuk anggota yang cukup aktif.

"Tapi hari ini Kak Ara nggak piket," ucap petugas PMR tersebut.

"Nggak papa biar Ara aja, kalian ke kelas aja. Bel masuk sebentar lagi bunyi," perintah Ara. Kedua adik kelas Ara pun mengangguk dan keluar dari sana.

Ara menatap Angkasa yang sudah terbaring lemah di atas brankar UKS dengan rasa iba dan sangat khawatir. Entah mengapa atas perlakuan Angkasa yang sangat kejam kepadanya itu tidak memunculkan rasa benci terhadap Angkasa, hatinya masih saja berpihak kepada cowok berhati batu itu.

"Dari dulu lo nggak pernah berubah Sa, masih lemah dengan cairan merah." Bima mendekat dan berdiri di samping brankar Angkasa.

Bima tertawa renyah. "Nggak papa Sa, akan ada orang yang selalu menjaga lo kok." Bima menatap Ara.

"Walaupun belum tentu orang itu masih sama seperti yang dulu atau akan berubah," lanjut Bima.

Ara tersentak mendengar ucapan Bima barusan, apa Bima menyindirnya? Tentu saja iya. Buktinya Ara merasa.

"Tapi dia nggak salah Sa kalau dia berubah, karena itu semua gara-gara lo sendiri," lanjut Bima.

Ara mengangkat kepala dan menatap Bima yang sedang tersenyum kepadanya.

Kringg!!

Bel masuk berbunyi, Bima menghela nafas pelan dan menatap sahabat dinginnya yang sedang terbaring lemah.

"Kalian masuk kelas aja, biar Ara obatin Angkasa." Ara menatap teman-temannya bergantian.

"Tolong jagain Ra," ucap Bima sembari tersenyum lalu keluar dari UKS.

"Gue percaya sama lo Ra," ucap Gema.

"Gema tolong izinin Angkasa ya sama pak Eko, kalau Angkasa sakit." Ara menundukkan kepalanya. Gema mengangguk dan tersenyum lalu pergi menyusul Bima.

KEJORA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang