23- Cukup

1.5K 77 95
                                    

Selamat Membaca

*****

Suara guntur terdengar di luar sana, cahaya kilat berhasil membuat kaget kamar Ara. Namun tidak dengan sang pemilik kamarnya, sudah tiga hari mood Ara sangat jelek. Sejak kejadian di sekolah waktu itu.

"Seandainya Ara nggak pernah ketemu sama Angkasa, pasti nggak bakal kayak gini."

"Seandainya Ara nggak suka sama Angkasa, pasti nggak bakal kayak gini."

"Ini semua salah Ara," lirihnya.

Ara masih setia duduk di atas ranjang sembari menekuk lutut di depan dada dan memeluknya. Air matanya seakan berjanjian dengan hujan malam ini, turun sangat deras membasahi pipi. Rasa sakit di hatinya masih tergores jelas dan dalam, namun rasa cinta kepada Angkasa masih lebih besar dari itu.

Terdengar suara pintu kamar Ara yang di ketuk oleh seseorang dari luar. Ara buru-buru menghapus air matanya dan beranjak dari kasur untuk membuka pintu.

"Kenapa?" tanya Galang yang melihat mata Ara yang sembab. Melihat sang Abang yang ada di depannya, Ara pun tak segan untuk langsung memeluknya.

"Abang...," tangis Ara kembali pecah.

Galang yang melihat Adiknya menangis tersedu-sedu pun bingung, Ada apa dengan gadis ini? Tanpa bertanya Galang langsung memeluk erat Adiknya.

"Udah nggak papa, Bang Galang di sini kok." Galang mengelus-elus kepala Ara lembut.

Galang duduk di pinggir ranjang bersama Ara. Pria itu masih berusaha menenangkan Adiknya. Galang sudah tahu keadaan Ara dari sang Mama, sudah tiga hari gadis itu menjadi pendiam tiba-tiba dan jarang keluar dari kamarnya. Karena khawatir Galang pun datang untuk melihat keadaannya, dan benar saja persis seperti yang Dewi katakan.

"Udah nangisnya?" tanya Galang yang melihat Ara sudah sedikit tenang. Ara pun menganggukkan kepalanya pelan.

"Cerita sama gue," titahnya.

Ara menarik nafas dalam-dalam dan menatap sang Kakak dengan mata sembab. Ara pun menceritakan semua yang ia alami saat di sekolah. Itu sungguh menyakitkan!

"Angkasa jahat sama Ara." Bulir-bulir air mata kembali jatuh pada pipi Ara. Galang menghela nafas panjang.

"Udah jangan nangis, lo nggak pantes nangisin cowok kayak dia." Galang menatap Ara hangat.

"Ara udah capek Bang," lirihnya.

"Lo tau kan kalo orang capek harus apa?"

Ara menganggukkan kepalanya. "Tau," jawabnya.

"Yaudah lupain dia, pelan-pelan juga nggak papa," kata Galang.

"Emang nggak papa kalo Ara berhenti  merjuangin Angkasa?" tanya Ara.

"Nggak papa," jawab Galang.

"Semua yang Ara lakuin udah cukupkan Bang?"

"Sangat cukup."

"Apa Ara bisa lupain Angkasa?"

"Pasti bisa!"

"Ara nggak yakin," ucap Ara ragu.

"Bang Galang nggak marah?" tanya Ara sedikit takut.

Tentu saja takut, dulu Galang sangat posesif jika sang Adik menangis. Dia akan cari tahu siapa pelaku yang membuatnya menangis, dan akan membalasnya.

Galang menggelengkan kepalanya. "Enggak," jawab Galang. Mendengar jawaban Galang Ara bernafas lega.

"Tapi besok lo gue anter ke sekolah sampai kelas," ujar Galang tiba-tiba.

Ara mengerutkan keningnya, yang benar saja sampai depan kelas? Itu memalukan, pikirnya. Ara menatap Galang dan berusaha untuk menolak tapi, gadis itu tidak berani ketika mendapat tatapan tajam dari sang Kakak. Oke! Itu adalah perintah. Dengan segan Ara menganggukkan kepalanya.

"Iya." Galang tersenyum menang.

"Sudah cukup, Ara lelah," batin Ara.

***

"Papa!!" teriak Ara dari atas tangga.

Seorang pria paruh baya dengan stelan jas menatap Ara hangat dan tersenyum sumringah. Ara berlari menuruni tangga dan langsung memeluk pria paruh baya itu.

"Ara kangen banget sama Papa," lirih gadis itu tanpa melepaskan pelukannya.

"Papa juga kangen sama putri kecil Papa," jawab Zacky Papa kandung  Ara.

Ara melepaskan pelukannya lalu beralih menatap wajah sang Papa senang.

"Papa sehatkan?" tanya Ara.

"Sehat kok," jawabnya.

Ara mengalihkan pandangannya ke arah dua orang pria berbadan tinggi dengan otot besar, dan stelan baju mereka yang serba hitam. Ara tersenyum kecil, merasa tenang melihat kehadiran mereka berdua. Mereka adalah bodyguard Zacky.

"Sehat Om?" tanya Ara kepada kedua bodyguard sang Papa. Keduanya menganggukkan kepala kompak dan Ara pun menganggukkan kepalanya mengerti.

"Makasih ya udah jagain Papa di Jepang," ucap Ara sembari tersenyum.

Ara sangat senang melihat kedatangan sang Papa yang sudah lama tidak pulang karena mengurus perusahaannya di luar negeri. Ara mengalihkan pandangannya ke arah wanita cantik yang duduk di sofa bersama Galang. Ara pun menghampiri mereka.

"Ekhem!" dehaman Ara mampu membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arah Ara.

"Kak Friska?" Ara menatap wajah wanita yang ada di depannya.

"Hai Ara, apa kabar?" tanya wanita itu.

"Ara baik," jawab Ara yang masih bingung melihat Galang dan wanita yang ada di sampingnya.

"Bang jelasin!" titah Ara.

Galang menarik nafas panjang dan menatap Ara." Seperti yang lo tau dia adalah Friska, Sekretaris gue. Dan dia juga calon istri gue," jelas Galang.

"Oh calon istri," beo Ara sembari menganggukkan kepalanya.

"HAH!!" sentaknya terkejut.

Galang menatap Ara datar, wajar saja gadis itu terkejut toh dia baru dikasih tahu. Ara menyipitkan matanya dan menatap Galang serta Friska bergantian.

Friska adalah Sekretaris Galang di kantornya, wanita itu sudah berkerja sejak Galang memimpin salah satu perusahaan Papanya. Ara pun sudah sangat dekat dengannya karena wanita itu selalu bersama dengan Abangnya, sehingga Ara juga mengenalinya.

"Papa sama Mama udah tau?" tanya Ara.

"Udah," jawab Galang.

"Sejak kapan?"

"Satu bulan yang lalu."

"Sial! Ara ketinggalan," gumamnya.

"Yaudah nggak papa sama Kak Friska, Ara udah kenal." Ara pergi dari sana.

"Akhirnya Abang Ara nikah!! Makasih Tuhan!! Udah kabulin doa Ara!! Semoga Ara cepet-cepet punya ponakan!! Ara nggak sabar gendong dede bayi!" seru Ara sembari berjalan.

"Papa juga nggak sabar mau punya cucu!" balas Zacky.

"Harus sabar," seru Galang.

"TIDAK BISA!!" jawab Ara dan Papa Mamanya kompak.

"Okeh secepatnya," pasrah Galang.

tbc

*****

sehat selalu,

Follow akun Author supaya dapat notifikasi dan nggak ketinggalan allepetrichor

KEJORA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang