34 - Nggak bisa!

192K 24.3K 11.8K
                                    

Assalamualaikum semua. Maaf ya aku updatenya telat di hari sabtunya. Karena dari kemarin sedikit sibuk. Mohon pengertiannya ya. Makasih banyak. 

AKU JUGA MAU UCAPAIN MAKASIH BANYAK UNTUK 1 JUTA VOTE MARIPOSA 2. KALIAN SEMUA KEREEENN BANGETT ^^ 

YUK YUK, KLIK VOTE SEKARANG SEBELUM MEMBACA MARIPOSA 2 ^^

OH YA, BULAN DEPAN KAN BULAN FEBRUARI YANG KATANYA BULAN PENUH CINTA. GIMANA KALAU KITA BARENG-BARENG BUAT PROJECT UNTUK MARIPOSA 2?  SETUJU NGGAK?

Semoga kalian terus suka baca Mariposa 2 yaa ^^ 

Selalu support dan suka Mariposa yaa ^^ 

Dan, selamat membaca ^^

*****

Iqbal masuk ke dalam ruang ujian, masih sepi, belum banyak teman-temannya yang datang. Entah dia yang kepagian atau teman-temannya yang kesiangan. Padahal ujian akan dimulai lima belas menit lagi.

Iqbal mengambil duduk di depan dan paling ujung. Tempat yang paling stategis jika ujian. Tidak akan ada yang berani mengganggunya. Bukannya Iqbal tidak mau memberi contekan, hanya saja dia tidak mau ambil resiko jika yang menunggu ujian dosen killer.

Dia yang nyontek kenapa gue juga yang kena hukum! Hal itu sangat dijauhi oleh Iqbal. Tak mau nasibnya seperti itu.

Ah, tapi sebenarnya teman-teman Iqbal hampir rata-rata tidak ada yang mencotek jika ujian. Mereka terlalu fokus untuk menyelesaikan soal-soal mereka daripada menghabiskan mencotek ke kanan dan kiri.

"Wuih, pagi amat Bang."

Sapaan yang sangat Iqbal kenal, siapa lagi jika bukan Abdi sang manusia bisa segalanya,katanya.

Iqbal tak menggubris, ia meletakkan tasnya disamping meja.

Abdi yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Iqbal pun tetap mempertahankan senyumnya, ikut duduk di kursi sebelah Iqbal.

"Lo belajar nggak Bal?" tanya Abdi basa-basi.

Iqbal menggeleng kepala.

"Nggak," jawabnya seadanya.

Abdi mendecak pelan, sangat tidak percaya.

"Kebanyakan anak pinter kalau ditanya selalu jawab nggak belajar, tapi tiba-tiba mendadak kek cenayang bisa jawab semua soal ujiannya," cibir Abdi terang-terangan.

Iqbal menoleh ke Abdi, tatapanya lebih dingin.

"Gue beneran nggak belajar semalam," jujur Iqbal.

"Tumben," heran Abdi.

Iqbal menghela napas panjang tak berniat menjawab, sepertinya selain masalah jam tidurnya, kini orang-orang disekitarnya mengherankan aktivitas tidak belajarnya. Apa sungguh menakjubkan bagi orang lain jika dia tidak belajar sehari saja?

"Gue ada kabar penting, lo mau denger nggak?" tanya Abdi kembali semangat.

"Nggak," tolak Iqbal cepat.

Abdi menaruh tangannya didepan dada, berusaha sabar.

"Sela ngundurin diri dari Kedokteran, pagi tadi dia ajuin berkas-berkasnya ke Fakultas," ucap Abdi tetap memberikan info pentingnya.

Iqbal tertegun sebentar, menatap Abdi untuk memastikan bahwa cowok itu bukan sedang mengarang cerita. Pantas saja, Iqbal tidak melihat kehadiran Sela satu minggu terakhir ini, gadis itu biasanya tak pernah menyerah untuk mengusiknya.

"Alasannya?" tanya Iqbal sekadar ingin tau.

"Katanya nggak sesuai passion dia. Dari awal, Sela masuk kedokteran karena paksaan kakeknya yang tiga temurun keluarganya dokter semua," jelas Abdi.

MARIPOSA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang