Assalamualaikum teman-teman semua. Bagaimana kabarnya? Kangen bangeet sama kalian semuaa ^^
Akhirnya aku bisa kembali lagi untuk update Mariposa 2 dan insyaallah di hari minggu aku bakalan usahain untuk update Filove juga.
Makasih banyak ya udah sabar menunggu dan masih setia suka Mariposa 2 dan Filove. Dan maaf sebesar-besarnya juga ya udah buat kalian nunggu.
Semoga kalian selalu suka, baca dan support Mariposa 2 dan Filove ya ^^
Dan, semoga suka juga dengan part ini.
SELAMAT MEMBACA ^^
****
Iqbal menenteng dua buku tebal di tangannya, Dorland dan Prometheus. Dua buku anatomi yang harganya bisa untuk mengganti otak Glen dan tebalnya bisa muat untuk menjabarkan dosa-dosa Glen.
Sejak jam tujuh pagi hingga empat sore Iqbal memiliki full kelas dan hanya bisa istirahat di jam dua belas siang saja. Iqbal berjalan membelah lorong yang dipenuhi dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sama sibuknya seperti dirinya.
"Bal! Bal!" sebuah teriakan dari belakang menghentikan langkah Iqbal. Ia menoleh melihat Abdi berlarian kecil mendekatinya.
"Kenapa?" tanya Iqbal datar.
"Bisa tolong gue nggak?" pinta Abdi sembari mengatur napasnya yang sedikit ngos-ngosan.
"Nggak," jawab Iqbal cepat dan jelas.
Abdi mendecak pelan, sebenarnya ia sudah bisa menduga tapi ia mencoba peruntungannya, karena menurutnya hanya Iqbal yang bisa membantunya.
"Sekali aja Bal bantu gue."
"Manusia selalu bilang seperti itu, minta bantuan sekali dan selanjutnya akan bertambah sekali lagi dan lagi hingga akhirnya tidak tahu terima kasih," jelas Iqbal menohok.
"Kejam amat Bal," lirih Abdi merasa dipojokkan. "Gue cuma minta tolong masukin gue ke group lo ya untuk Skill-Lab bulan depan,"
Iqbal terdiam sebentar, terlihat berpikir.
"KelompokSkill-Lab untuk bulan depan kenapa lo bahasnya sekarnag?" heran Iqbal.
"Karena gue tau anak-anak pasti rebutan pingin masuk kelompok lo," ucap Abdi dengan senyum lebarnya.
"Oh," balas Iqbal singkat.
"Jadi gue boleh masuk kan ke kelompok lo?" tanya Abdi memohon. " Nanti gue bakalan kenalin lo ke perempuan yang paling cantik yang pernah gue kenal!"
"Gue udah punya pacar," tolak Iqbal cepat.
"Ah, gue lupa," lirih Abdi. "Sayang banget, padahal perempuan yang mau gue kenalin bener-bener cantik."
Iqbal menghela napas pelan.
"Gue setuju dengan tawaran lo,"
"Mau dikenalin sama perempuan cantik?" tanya Abdi seenak jidat.
Iqbal tak segan menghantamkan satu buku tebalnya ke kepala Abdi membuat cowok itu langsung meringis kesakitan, memegangi kepalanya.
"Lo masuk kelompok gue!"
"Ah.. kirain," cengir Abdi, detik berikutnya matanya langsung membelalak. "Lo beneran mau masukin gue ke kelompok lo?" ucapnya tak percaya. Sejak ia mengenal Iqbal, cowok itu susah sekali untuk dibujuk. Apalagi ketika memilih kelompok, Iqbal sangatlah pemilih, ia tidak mau satu kelompok dengan orang yang menyusahkan. Seperti Abdi contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIPOSA 2
Teen FictionMariposa kini selalu bersamanya. Mariposa selalu memencarkan keindahannya. Namun, sampai kapan Mariposa selalu bisa bersamanya? Sampai kapan Mariposa akan selalu indah? Apakah Mariposa tetap terlihat indah jika dia pergi? Mari kita mulai perjalanan...