Felicia menatap seorang gadis yang baru saja menjadi sahabatnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. Sementara di sampingnya, Bara terlihat sangat santai.
"Rea."
Nama yang dipanggil Felicia sedari tadi hanya diam, tidak berniat untuk menjawab.
"Jangan diam aja, Re! Lo kalau mau tanya, tanya aja pasti gue jawab," ucap Felicia.
Rea terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tak sengaja tatapannya jatuh pada Bara yang berdiri dengan wajah sangarnya. Tak tau apa yang harus ia lakukan, sebenarnya ia ingin sekali bertanya, namun melihat laki-laki itu membuat nyalinya menciut.
"Re." Lamunan Rea membuyar. Ia kembali menatap sahabatnya lalu melirik Bara singkat.
"Oke, besok gue jelasin. Sama Kyla sekalian," putus Felicia seakan tau bahwa Rea takut dengan sosok kekasihnya.
"Gue pergi dulu," pamit Rea lirih, ia ingin sekali cepat-cepat kembali bersama Kyla.
Sepeninggalnya Rea, Felicia menghela nafas lega. Setidaknya sahabatnya itu tidak terlihat marah dengannya.
Bara terkekeh pelan melihat raut wajah gadis di hadapannya. "Nggak usah terlalu dipikirin gitu, tinggal jelasin aja ke mereka."
Felicia mendengus kesal. "Kamu mah gitu orangnya. Kesel aku!"
"Hahaha..., kok kesel?"
"Tau ah."
"Iya deh, maaf. Sana katanya mau belanja, tapi inget ya, pulangnya jangan terlalu sore! Jangan kecapekan!"
"Tap-" Saat ingin protes, Bara langsung memotongnya dengan cepat.
"Iya atau nggak pergi sama sekali," tegasnya.
"Iya-iya, sana pergi dulu kamu," usir Felicia kesal.
"Kamu dulu yang pergi!"
"Tapi kamu jangan ngikutin aku terus ya!"
"Lihat aja nanti."
"Kok gitu."
"Udah sana!"
Rasanya masih tidak terima, Felicia dengan berat hati melangkah pergi dengan menghentak-hentakkan kakinya kecil.
Kekasihnya sangat menggemaskan, pikir Bara sembari tersenyum kecil. Ia benar-benar beruntung memilikinya. Tak akan ada seorang pun yang bisa merebut gadis itu darinya.
****
Ketiga sahabat Bara sedari tadi masih setia menunggu. Di antara mereka Marva lah yang paling kesal. Sahabatnya itu belum juga memperlihatkan batang hidungnya.
"Tu orang mana sih?" gerutu Marva.
"Berak mungkin," jawab Eric santai.
"Sabar," seru Tristan.
Marva mengerutu tak jelas. "Sabar dari mananya, kayak gembel kita dari tadi berdiri gini."
"Kita? Lo aja. Gue mah kagak," protes Eric.
"Napa lo? Nggak terima?!"
"Nggak."
Tristan menggosok-gosokan kedua telinganya. "Lo berdua ribut mulu dari tadi. Berisik tau nggak sih!"
"Ini ni si curut," ejek Marva.
Eric mendelik. "Dasar buaya."
"Enak aja lo."
"Lah nyata kan?"
"Serah lo lah."
Pertengkaran mereka seketika berhenti saat Bara sudah berada di hadapannya. Seakan tidak merasa bersalah, ia hanya berdiri di samping Tristan dengan santai. Tidak lupa tatapannya sesekali melirik seorang gadis yang tak jauh dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...