Hari telah berganti Minggu. Hari kedua dimana kebanyakan para pelajar menghabiskan waktunya untuk bersantai dan berlibur.
Pagi ini Felicia tampak direpotkan oleh beberapa buku yang harus ia bawa untuk mengerjakan tugas kelompok biologi. Eric baru saja menghubunginya bahwa mereka membatalkan membuat di rumah Marva, melainkan memilih di apartemen Tristan. Di dalam pesan itu, Eric juga mencantumkan alamat apartemen sahabatnya yang menurut Felicia tidak terlalu jauh dari kediaman Leo.
"Mau kemana?" tanya Leo yang baru saja keluar dari ruang kerjanya.
Felicia melirik sekilas. "Ngerjain tugas kelompok."
"Di mana?"
"Apartemen Tristan."
"Apartemen Tristan? Ada Bara?"
Felicia berhenti sejenak, lalu menatap Leo. Ia kembali teringat oleh suatu kejadian di mana sampai sekarang ia masih belum bisa menerimanya. "Kata Eric dia nggak ada di sana."
"Aduh, gimana nih? Kyla udah sampek lagi." Jam yang melingkar di tangan Felicia menunjukan pukul 09.00 pagi. Sudah setengah jam ia terlambat. Dikarenakan ia harus mengurus Dixon terlebih dahulu.
Leo menyambar kunci mobil dan jaket jeansnya di atas meja. Ia membantu Felicia membawakan tas yang menurutnya sangat ringan.
"Aku anter."
"Dixon gimana?"
"Dia ikut lihat latihan boxing di samping."
Felicia membelalak. "Loh kok di sana, bahaya! Kalau kena pukul gimana?"
"Tadi nangis pengen ikut. Tenang aja pasti aman, udah aku siapin bodyguard khusus buat dia." Gadis itu mengangguk percaya.
Felicia dan Leo berjalan beriringan keluar dari mansion. Mereka memasuki mobil yang sudah disiapkan oleh salah satu pelayan di depan. Dengan kecepatan normal, Leo mulai menyusuri jalanan.
Di apartemen Tristan, kini terasa ramai karena suara reboh Eric dan Marva yang memenuhi ruangan. Tidak perlu ditanya lagi, mereka selalu memiliki topik untuk jadi perdebatan.
Kyla duduk di samping Tristan, gadis itu tak tau harus bagaimana. Ia merasa canggung, apa lagi sedari tadi Tristan tak berhenti memandanginya. Tetapi, setidaknya ia harus bersyukur karena ketua mereka tidak berada di sini. Siapa lagi kalau bukan Bara.
"Kenapa hm?" Bulu-bulu tangan Kyla berdiri, nafas Tristan begitu terasa di lehernya.
Sikap Tristan hari ini aneh. Eric dan Marva menggidik ngeri. Baru pertama kalinya Tristan sedekat itu dengan perempuan.
"Kyl," panggil Marva.
"Hm..., iya?" tanya Kyla gugup.
"Gue sama Eric mau ke minimarket dulu," balas Marva. Kyla mengangguk pelan, ia harap mereka tidak jadi pergi. Bagaimana jadinya jika dia ditinggal berdua bersama Tristan.
"Ati-ati aja, Tristan orangnya suka aneh-aneh sama cewek!" Kyla tersenyum getir, namun tidak terlihat jelas.
"Gue ikut."
Sontak Marva dan Eric terbahak-bahak. Tepat sasaran, padahal tujuan Eric hanya untuk candaan. Wajah Kyla penuh keraguan. Gadis itu menggeser duduknya sedikit jauh dari Tristan.
"Pesona seorang Tristan nggak ada apa-apanya ternyata," ejek Eric.
"Gila! Tristan yang kadang-kadang kocak, kadang-kadang dingin pesonannya masih di bawah rata-rata," tambah Marva.
"Mending gue, fuckboy ceweknya di mana-mana."
Eric menatap sengit Marva. "Idih..., nggak usah sok-sokan jadi fuckboy. Jajan aja masih suka ngirit."
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...