Felicia berjalan santai menuju ruang ganti khusus siswa laki-laki. Sudah terhitung sekitar 10 menit Bara pamit untuk mengganti seragamnya yang basah kuyup. Ia berniat menghampiri sang kekasih untuk ke kantin bersama.
Dengan gerakan cepat Felicia membuka pintu tanpa mengetuk. Bersamaan dengan pintu terbuka, Felicia tak sengaja menginjak salah satu tali sepatunya. Terpaksa ia harus membenarkan terlebih dahulu.
Tanpa disadari. Bara sedari tadi menatap arah pintu yang terbuka. Ia mengeram marah saat seseorang membuka begitu saja disaat dia masih berganti pakaian. Bahkan sekarang ini ia belum menggunakan atasan.
Raut wajah Bara seketika berubah setelah melihat orang yang mengganggunya. Ia tersenyum penuh arti. Bara berjalan mendekati gadis itu, lebih tepatnya gadis tercintanya yang belum menyadari keberadaan Bara.
Merasa sudah tertali rapi, Felicia berdiri kembali dan mendongakkan kepalanya cepat.
"Bara kamu udah se...lesai...?" tanya Felicia merendahkan suaranya di akhir kata.
BRAK!
Tubuh Felicia terlonjak kaget. Entah angin dari mana tiba-tiba pintu tertutup begitu saja. Sementara Bara di dalam hati tertawa penuh kemenangan. Ternyata keadaan berpihak pada pria itu.
Felicia menurunkan pandangannya. Ia baru menyadari jika Bara tidak mengenakan atasan. Pipinya memerah, ia memalingkan wajah. Walaupun sudah pernah melihat ukiran indah itu, tetapi tetap saja ia selalu merasa malu. Apa lagi suasana saat ini benar-benar hening. Hanya ada mereka berdua.
"Bara, kamu–"
Perkataan Felicia terpotong saat Bara berjalan mendekat. Felicia sudah tidak bisa menghindar. Tubuhnya telah bersentuhan oleh dinding dingin. Gerakannya terbatas.
Tubuh mereka hanya berjarak satu jengkal tangan. Kepala Bara sedikit menunduk untuk menatap Felicia yang terus saja memandang ke samping.
"Kenapa nggak ketuk pintu dulu?" tanya Bara dengan suara rendah.
Felicia hanya menggeleng kecil. Ia tidak berani mengeluarkan suara. Takut-takut jika Bara marah dengannya.
Bara menghela nafas pelan. Namun Felicia bisa merasakan. Ia tertunduk dalam. Felicia lemah di hadapan pria itu.
"Jangan menunduk!" perintah Bara seolah tidak didengar Felicia.
"Maaf," cicit Felicia hampit tidak terdengar.
Bara mengeryit bingung. "Maaf? Buat apa?"
Dengen penuh keberanian, Felicia mendongakkan kepala. Mereka bertukar pandangan. Saling diam selama beberapa detik.
"Ngga ketuk pintu."
Jawaban Felicia membuat Bara sedikit mundur. Bara terkekeh geli. Ia kembali memajukan tubuhnya. Memeluk Felicia begitu erat.
Bara merindukan kekasih manisnya ini. Ia bersyukur memiliki Felicia di sisinya disaat berbagai masalah terus berdatangan tak ada henti.
Bara menghirup dalam aroma menenangkan dari sang gadis. Ia memejamkan mata menikmati waktu singkat ini. Sekarang Bara merasa mereka jarang sekali memiliki waktu untuk berdua.
Tak bisa dipungkiri Felicia juga merasakan apa yang dirasakan Bara. Ia membalas pelukan itu tak kalah erat.
Tok tok tok
Felicia tersadar kala mendengar suara ketukan pintu. Ia mencoba melepaskan pelukan mereka. Namun Bara terus saja mengeratkannya, seolah tak ingin dilepas.
"Lepas dulu!" ucap Felicia dibalas gelengan pelan Bara.
"Jangan dulu," lirih Bara di bahu Felicia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...