47. Gelap dan Sendiri

15.3K 1.1K 386
                                    

Matahari semakin tak menampakan cahayanya. Awan mulai menggelap. Angin berhembus kencang menusuk kulit Felicia yang sedari tadi masih berjalan kaki. Lampu kota menyala menerangi jalanan yang dipenuhi para pengendara.

Felicia memeluk tubuhnya sendiri. Ia sedikit menggigil. Tubuhnya terasa sangat lelah. Sudah hampir 2 jam ia berjalan kaki. Sesekali ia berhenti untuk mengistirahatkan tubuhnya. Felicia meruntuki dirinya sendiri, ponsel yang ia genggam telah mati. Tak tau harus bagaimana lagi. Jika ia pulang pasti akan bertemu keluarganya.

Felicia memasuki kawasan taman yang terlihat sunyi. Hanya ada lampu-lampu taman yang mengelilingi pohon-pohon dan tanaman hias di sekitarnya.

Ia mendudukan tubuhnya disalah satu bangku kosong. Tatapannya memandang langit-langit yang memperlihatkan bulan kecil. Felicia menghela nafas lelah. Ada apa dengan hari ini? Tanyanya dalam hati.

Ponselnya mati. Pasti banyak sekali pesan yang berasal dari anak buahnya, bahkan keluarganya sendiri. Dan dimana Bara, apakah pria itu mencarinya.

Saat sedang asik berperang dengan pikirannya, tiba-tiba rintikan hujan kecil mulai mengenai tubuh Felicia. Gadis itu memandang langit. Ia sedikit panik mencari tempat teduh sekitar. Pandangan Felicia menatap rumah tak terpakai di seberang jalan. Ia segera berlari menuju rumah itu.

Tanpa melihat kanan kiri, dari arah kanan sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan rata-rata. Felicia tak melihat jelas mobil itu karena hujan yang semakin deras. Hingga cahaya terang menyorot Felicia.

Felicia menyimpitkan mata saat cahaya itu masuk ke dalam penglihatannya. Jantungnya berdetak tak normal. Ia ingin menghindar, namun tubuhnya seakan tak ingin bergerak.

Citttt.....

Mobil berhenti sejengkal tepat dari tubuh gadis itu. Felicia menurunkan tangan yang menutupi penglihatannya. Tubuh Felicia sulit untuk digerakan. Jantungnya masih berdetak kencang.

Felicia menajamkan penglihatannya. Ini mobil Bara. Ya benar. Mobil hitam itu adalah mobil milik Bara. Felicia yakin itu.

"Bara," gumam Felicia.

"Iya, Bara."

Felicia mendekati pintu mobil. Bersamaan dengan seorang pria tampan menggunakan kaos hitam polos keluar dari mobil. Tatapan pria itu dingin, namun seketika berubah menjadi sendu setelah melihat gadis yang berada di hadapannya.

"Sayang."

Felicia berlari memeluk erat Bara. Begitu pun dengan Bara, seolah ia tak ingin melepaskan sang kekasih. Karena hujan akan semakin deras, Bara menuntun Felicia untuk segera masuk ke dalam mobil.

Tubuh Felicia menggigil. Apa lagi terkena dinginnya ac. Bara dengan sigap langsung mengambil jaketnya di jok belakang mobil.

Bara terlihat sangat khawatir. "Sayang, pakai ini."

"Kenapa bisa gini hm?"

"Kenapa nggak hubungin aku?"

"Dari tadi aku nyariin kamu nggak ada sayang."

Felicia memakai jaket milik Bara. Ia meneteskan air matanya. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Bara.

"Stop, oke. Don't cry."

Bara mengusap lembut pipi sang kekasih. Tak sanggup melihat Felicia yang tampak kacau, Bara langsung mendekapnya erat. Felicia pun membalasnya tak kalah erat.

"Kamu kemana aja?" lirih Felicia.

Bara melepaskan pelukannya. Ia membenarkan rambut Felicia yang berantakan dan sedikit basah. "Tadi ada masalah kantor. Aku juga sempet cari-cari kamu, tapi pulang sekolah udah nggak ada."

My King (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang