Di lantai 6 tepatnya di rooftop sekolah, Bara tampak menikmati sebatang rokok di jarinya. Antara bahagia dan takut. Bahagia karena seseorang yang ia tunggu-tunggu akhirnya bisa selalu di sampingnya. Namun di sisi lain ia juga merasa takut jika terjadi sesuatu buruk oleh gadisnya, tak bisa dipungkiri jika sebenarnya Bara memiliki musuh yang berbahaya bagi Felicia.
Sampai detik ini jantungnya tak berhenti berdebar. Senyum tipis terukir di wajahnya. Ia benar-benar begitu bahagia melihat gadisnya datang. Senyum yang melekat di wajah Felicia selalu bisa membuatnya tak berkutik. Hanya Felicia lah satu-satunya orang yang bisa mengendalikan seorang Bara.
Langkah seseorang mendekati kursi yang diduduki Bara. Ia tak memperdulikan itu, tatapannya hanya lurus ke depan melihat beberapa pepohonan hijau.
"Bar."
Alis Bara terangkat menatap tiga orang yang tak jauh darinya.
Marva, Eric, dan Tristan mendudukan diri di hadapan Bara. Jujur mereka tak tau harus apa, suasana menjadi canggung. Apa lagi Bara baru saja marah dengan Marva.
"Bar, soal tadi gue minta maaf," ucap Marva memberanikan diri. Bara mengangguk singkat tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Gue bener-bener gak tau deh Bar, kok lo tadi tiba-tiba marah gitu," selidik Tristan.
"Felicia siapa?" tanya Eric.
"Pacar gue."
"Hmpff...." Sekuat tenaga Eric dan Marva menahan tawanya yang akan pecah, sedangkan Tristan mengeleng tak percaya.
"Nglantur," ejek Eric tak memperdulikan wajah Bara yang menatapnya tajam.
Bara merongoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Mata mereka seketika melotot saat Bara memperlihatkan sebuah foto yang sulit untuk dipercaya.
"Alah jaman sekarang mah banyak orang yang ngaku-ngaku gitu, Bar. Foto-foto cewek cantik pada diedit nggak jelas," elak Eric masih tak percaya. Marva dan Tristan menganguk setuju.
"Tapi seorang Bara nggak mungkin kayak gini," lirih Marva pelan. Ia menatap Bara serius.
Bara sudah tak memperdulikan mereka lagi. Yang terpenting ia sudah memberi tahu mereka, jika mereka tidak percaya ia tak mau ambil pusing.
Suara dering ponsel Bara tiba-tiba memecahkan keheningan. Sebuah nama yang tertera membuatnya tersenyum tipis.
"Bara."
"Kenapa, sayang?"
"Bara kamu dimana? Kenapa nggak masuk kelas sih?!" tanya Felicia di seberang sana kesal.
"Maaf, aku lagi di rooftop. Mau ke sini atau aku yang ke sana?"
"Hmm..., guru-guru lagi rapat. Aku ke sana aja deh."
"Ya udah tunggu, aku jemput ke bawah!"
"Nggak usah ishh..., nanti kalau pada tau gimana?! Aku aja yang ke sana sendiri."
"Hati-hati, jangan sampai lecet!"
"Kamu jangan berlebihan Bara!" Bara terkekeh pelan. Sementara Felicia mengendus kesal.
"Nggak bisa."
"Terserah. Bye."
"Hati-hati!"
Sambungan telepon sudah terlebih dahulu dimatikan Felicia. Bara memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.
Marva, Eric, dan Tristan sedari tadi menyimak percakapannya. Mereka tampak bisik-bisik tak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...