12. Gara-Gara Pesan Singkat

60.7K 4.1K 13
                                    

Ruangan yang tadinya hening sekarang menjadi riuh karena Eric, Marva, dan beberapa anggota The King lainnya sedang bermain truth or dare. Banyak canda dan tawa di antara mereka.

Botol kembali diputar. Semua terlihat tegang, namun tidak dengan Bara. Sedari tadi pria itu sibuk mengisap sebatang rokok yang ada di sela-sela jarinya. Jika menanyakan soal dimana Tristan, pria itu sibuk memainkan game di depan komputer.

Stop. Botol itu tertuju pada Marva. Semua bersorak puas. Tatapan mereka sangat mencurigakan.

"Hahaha..., akhirnya kena juga lo," ejek Eric.

"Nggak dare, nggak laki," ucap salah satu anggota inti The King bernama Oki.

Semua setuju dengan perkataan Oki. "Bener tuh. Udah dare aja, dari pada lo dibilang anak perawan."

Mereka kembali tertawa. Marva mendengus kesal. Tak ada pilihan lain, ia harus berani mengambil tantangan itu. Enak saja dibilang anak perawan.

"Ganteng doang, milih dare kagak berani," celetuk salah satu anggota lain bernama Ciko.

Marva semakin kesal. "Apaan lo, bangke!"

"Oke, dare," putusnya. Mereka bersorak kesenengan.

"Awas lo pada ngerjain gue!"

"Nggak janji kita," balas Ardi, juga salah satu anggota The King.

Eric menatap Marva remeh. "Lo mah belom apa-apa udah ciut."

Mereka sedang memikirkan dare yang cocok untuk Marva. Tentunya bukan tantangan biasa. Sementara Marva masih mempersiapkan diri jika nantinya terjadi sesuatu. Tubuhnya selalu mengatakan agar ia pergi dari tempat ini sebelum bencana datang, namun hatinya malah bertolak belakang. Tak ingin dirinya dikatakan pria jadi-jadian. Mau taruh dimana mukanya.

"Minum kayu putih aja lo sana!"

Eric mendapat pelototan dari Marva. "Punya dendam apa lo sama gue?!"

"Ribuan dendam gue sama lo."

"Mati aja sana!"

"Ye..., monyet."

Mereka berdua ribut dengan sendirinya, sampai-sampai lupa dengan tujuan awal. "Lah, lo berdua kenapa ribut sendiri sih?" tanya Ciko bingung.

Ting

Tiba-tiba ponsel Eric berbunyi singkat menandakan adanya pesan masuk. Pria itu merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya.

Tubuh Eric membeku setelah ia melihat pengirim pesan itu. Otaknya seketika tak berfungsi dengan baik. Tangannya sedikit bergetar memegang ponsel.

Eric menggoyang-goyangkan tubuh Marva dengan cepat, satu tangannya lagi ia gunakan untuk menjambak rambut sahabatnya itu.

Sedangkan Marva sedari tadi mencoba melepaskan cengkraman tangan Eric yang semakin kencang. Ia mengerang kesakitan. Lainnya yang melihat itu merasa kasihan sekaligus bingung dengan sikap Eric yang seketika berubah drastis. Siapa yang mengirim pesan itu sampai-sampai sahabat sendiri menjadi korban pelampiasannya.

Eric menyerahkan ponselnya. "Baca-baca!!"

"Apaan sih, aneh lo," cibir Marva menerima ponsel itu.

"Keserupan setan model apaan lo? Tiba-tiba aniaya temen sendiri," celetuk Ardi.

"Lo semua banyak bacot, lihat dulu napa!" balas Eric kesal.

Marva mulai membaca pesan itu. Awalnya biasa saja karena yang mengirim ternyata berasal dari nomor yang tidak di kenal. Namun beberapa detik kemudian ia terlonjak kaget. Tidak, ini tidak mungkin. Wajah Eric yang jadi-jadian seperti itu kenapa bisa di chat dengan seorang bidadari, pikirnya.

My King (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang