38. Something Unexpected

22.8K 1.8K 131
                                    

Malam ini layar televisi menayangkan film kesukaan Felicia. Gadis itu sedang bersantai ria di sofa panjang ruang tengah. Apartemen sunyi, tak ada orang selain dirinya. Kedua orang tua Felicia, mereka belum kembali dari kampung Bi Ani untuk menjenguk anaknya yang baru saja mengalami kecelakaan berantai.

Sekarang ini Felicia tak ingin diganggu. Ia berniat mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sejenak.

Felicia mengerutu kecil sembari mengepalkan kedua tangan gemas. Ia kesal melihat adegan di hadapannya.

"Dih..., muka nggak ada cakep-cakepnya sok-sok an ngeghosting anak orang!"

"Nah kan, tu cewek kenapa cepet banget maafin tu cowok nggak beradab."

"Gemes banget deh sama cewek bisanya cuman ngangguk kalau cowoknya minta maaf."

"Dah lah, cowoknya pinter ngeles."

Felicia menyambar cemilan di atas meja kasar. Ia terbawa suasana dengan adegan yang membuatnya naik darah.

Menurut Felicia, perempuan itu harus lebih berani mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Secinta apa pun dia dengan seorang pria, namun harus tetap memakai logika dan hati secara bersama. Keduanya berperan penting, walaupun mereka sering tidak searah.

Tidak bisa dipungkiri, sebagai manusia kita harus saling memaafkan. Felicia paham itu, tetapi nyatanya kata maaf tidak bisa mengembalikan semua seperti awal. Namun jika ada seorang perempuan yang bisa mengembalikan kenangan itu semua, dia adalah orang yang pantas untuk dipertahankan dan dijaga. Dan jangan lupakan juga dia adalah korban yang pernah kamu sia-siakan.

Drett...

Felicia melirik ponselnya di meja. Foto kedua orangnya terpampang di layar ponsel yang ternyata ia mendapat panggilan video dari sang papa.

"Malam, sayang," sapa Radika terlihat sedang bersantai di sebuah gubuk yang dikelilingi tanaman teh bersama Linda, sang istri.

"Hai, sayang," sapa Linda bersender di pundak Radika.

"Malam juga Mama Papa ku," balas Felicia melambaikan tangan.

"Papa ihh..., nggak ajak-ajak Feli ke sana," kesal Felicia seketika. Kampung Bi Ani itu sangat sejuk dan indah, apa lagi dikelilingi oleh perkebunan teh.

"Kapan-kapan sayang, kamu kan juga masih sekolah," ucap Radika terkekeh pelan.

"Ishh..., pokoknya besok hari libur Feli mau ke sana sama temen-temen, titik," kekeh Felicia melipat tangannya di depan dada.

Melihat kemesraan kedua orang tuanya membuat Felicia semakin cepat-cepat ingin ke sana. Pemandangan malam di sana terasa sangat romantis, pantas saja orang tuanya malam-malam begini masih berada di luar.

"Apa sih yang nggak buat kamu. Besok Papa atur deh."

"Yes...."

Linda mengeleng-gelengkan kepala. Anak gadisnya itu selalu saja tak ingin dibantah. Namun tetap saja terlihat manis. Rasanya Linda ingin segera pulang, lalu memeluk erat putri tercintanya.

"Sayang, kamu tidurnya jangan terlalu malam. Jaga diri loh di sana sendirian," pesan Linda.

"Siap Ibu Bendahara," balas Felicia hormat seperti tentara semangat 45.

"Ya udah Papa tutup dulu. Kamu jaga kesehatan," ujar Radika.

"Love you, Pa Ma. Bye-bye." Felicia melambaikan tangannya.

"Love you too."

Sambungan panggilan video sudah terputus. Felicia menyenderkan tubuhnya di punggung sofa. Pandangannya menatap langit-langit ruangan. Ia menghela nafas lelah. Esok hari ia harus kembali melakukan aktivitas yang membosankan. Tak lupa juga ia pasti akan bertemu dengan orang-orang perusak ketentramannya.

My King (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang