Sepulangnya mereka pergi, Bara dan Felicia mengalami kecanggungan. Di antara mereka tak mengeluarkan suara. Apa lagi Felicia masih tampak takut dan malu setelah kejadian tadi.
Bibir Bara berkedut menahan senyuman. Membayangkan suatu peristiwa yang tak terduga. Bibir sang kekasih rasanya tidak bisa hilang dari pikirannya, sangat lembut dan manis.
Seketika senyuman Bara luntur. Felicia duduk agak jauhan, tersirat ketakutan dari gerak-gerik Felicia.
Bara mengeser duduknya. Menarik tangan Felicia agar masuk ke dalam pelukannya.
"Maaf," ujar Bara sambil mengusap lembut dagu Felicia yang sedikit memerah akibat cengkramannya. Untung saja, luka itu sudah sedikit memudar.
"Sebentar." Bara bangkit dari sofa. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil mangkuk, es batu, dan kain bersih.
Felicia bersender di sofa. Matanya terpejam.
"Wake up!"
Bara membantu Felicia menegakkan tubuhnya. Meraih dagu gadis itu pelan. Lalu menempelkan kain berisi es batu di luka Felicia dengan telaten. Agar menghilangkan rasa nyeri.
Ketahuilah, Felicia tak berani memandang Bara. Bahkan air mata rasanya ingin kembali keluar.
"Hey, lihat sini!" Bara menghentikan gerakan tangannya. Menyimpan kain di dalam mangkuk.
"Kenapa diem aja?" tanya Bara menatap lekat Felicia. Gadis itu hanya menggeleng kecil.
Sakit. Ada sedikit goresan luka di hati Bara karena ulahnya sendiri. Ia berhasil membuat gadis yang dicintainya takut.
Felicia menghembuskan nafas. Menatap Bara ragu. "Maaf udah bikin kamu kecewa, marah," lirihnya.
"Look at me!"
Mereka saling memandang satu sama lain.
"Tiga hari kemarin, aku pergi itu karena aku udah berhasil cari tau latar belakang Queen yang sebenarnya. Aku kumpulin semua bukti tentang dia. Aku bahkan detik itu nggak percaya Queen itu kamu."
"Aku marah karena aku takut. Aku kecewa karena kamu nggak bisa lebih terbuka sama aku."
"Jadi seorang Queen bukan hal mudah. Banyak musuh yang mau diposisi kamu sekarang. Itu yang aku takuti. Walaupun pasti aku selalu jaga kamu."
Kemarahan Bara kala itu karena dirinya diselimuti rasa takut. Menjadi seorang Queen harus berani menaruhkan nyawanya. Sedangkan Bara, dia tak akan rela Felicia mendapatkan luka seujung kuku pun.
"Jangan dipikirin lagi! Pokoknya kamu harus jaga kesehatan," ucap Bara memeluk Felicia. Gadis itu langsung membalasnya tak kalah erat.
"Makasih," ujar Felicia serak. Sekuat tenaga ia menahan air matanya.
Bara melirik sekilas jam di dinding. "Sekarang waktunya tidur."
"Ayo, aku anter ke kamar."
Felicia merentangkan kedua tangan. Bara tersenyum geli, dengan sigap ia mengedong ala koala sang kekasih.
Sesampainya di kamar Felicia, Bara merebahkan gadis itu perlahan. Tak lupa memakaikan selimut sebatas dada.
Bara duduk di tepi kasur. Satu jam lagi, ia harus berkumpul di markas The King untuk membicara suatu masalah mengenai Claster.
"Kamu mau kemana?" tanya Felicia seolah tau Bara kan meninggalkannya.
"Markas."
Untuk malam ini, rasanya Felicia tidak ingin berpisah dengan Bara. Namun ia mencoba mengerti, beberapa hari lalu Bara telah sibuk mencari tau tentangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...