Keringat bercucuran di pelipis Felicia. Dari pagi hingga siang ini ia tak berhenti membereskan barang-barangnya, padahal ia juga sudah dibantu oleh Bi Ani, wanita paruh baya yang sudah dipercaya papanya untuk mengurus apartemen.
Apartemen yang ia tempati tak kecil, ini sangat luas dan mewah, semua serba ada. Ia berpikir jika papanya terlalu berlebihan. Di sini ia hanya tinggal berdua dengan Bi Ani yang akan membantunya.
Pertama kali menginjakkan kaki di apartemen ia berdecak kagum. Warna dan interiornya persisi dengan yang ia sukai. Maka dari itu ia sangat bersemangat menata barang-barang untuk mempercantik apartemennya.
"Bi, Bibi istirahat aja. Nanti sore kita lanjut, pasti Bibi capek juga kan," ucap Felicia.
"Tapi Non, Bibi juga belum buat makan siang," balas Bi Ani tak enak hati.
"Nggak papa, Bi. Feli nanti mau beli beberapa alat tulis di toko dekat sini sama sekalian cari makan."
"Tapi, Non–"
"Udah nggak papa, Bibi istirahat aja! Feli mau ke kamar dulu ganti baju." Betapa beruntungnya Bi Ani mendapat majikan sebaik Felicia. Perempuan yang selalu perhatian kepada siapa pun tanpa memperdulikan derajat orang lain.
Setelah beberapa menit menyiapkan diri, Felicia kini sudah terlihat rapi menggunakan kaos putih polos dipadukan dengan celana jeans setangah paha, tidak lupa sepatu putihnya yang terlihat sederhana.
"Bi, Feli tinggal dulu ya," pamitnya.
"Iya, Non," Balas Bi Ani.
Felicia berjalan menyusuri lobby apartemen sambil sesekali bersenandung kecil. Tidak sedikit orang yang menatapnya kagum. Kecantikan yang alami dan tubuh bak model menjadi daya tarik kebanyakan orang yang berlalu lalang.
Sesampainya di parkiran khusus, ia segera memasuki mobil merah bernilai fantastis yang sudah disiapkan papanya.
Tidak lupa memakai kaca mata hitamnya, lalu ia menjalankan mobil dengan kecepatan normal untuk menuju salah satu cafe yang tak jauh dari apartemen.
Sudah 20 menit Falicia berkeliling mencari cafe yang tidak terlalu ramai, akhirnya ia menemukan sebuah cafe dengan interior klasik dan dipenuhi hiasan kayu yang unik.
Aura Felicia semakin bertambah saat ia melangkahkan kaki keluar dari dalam mobil dengan topi putih dan kaca mata hitam yang masih bertengger manis di hidungnya.
Saat sudah berada di dalam cafe, Felicia mendudukan diri disalah satu meja yang berada di dekat jendela, memperlihatkan pemandangan jalanan yang tidak terlalu padat oleh pengendara transportasi.
Waitress menghampiri Felicia sambil membawa buku menu dan sebuah note di genggamannya.
"Silahkan, Kak!"
Felicia membaca buku menu sekilas, ia menatap sang waitress. "Saya pesan beef steak satu, minumnya jus strawberry."
"Baik, Kak. Mohon ditunggu pesanannya!"
Sambil menunggu pesanan datang, Falicia memainkan ponsel untuk melihat pesan-pesan singkat yang dikirim temannya di Prancis.
Tidak lama kemudian pesanan datang. Tidak lupa juga Felicia membayar setelah ia menerima bill harga.
"Silahkan menikmati, Kak."
"Terima kasih."
Disuapan terakhir Felicia makan, segerombol laki-laki memasuki cafe dengan ciri khas masing-masing. Refleks penghuni cafe menatap mereka dengan kagum. Aura dingin terpancar saat laki-laki yang berjalan paling depan menatap mereka dengan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King (END)
Teen FictionKeluarga bermarga Raja adalah keluarga yang selalu dihormati. Tidak ada yang berani menentang mereka. Meskipun ada, mereka harus menghilang atau memilih untuk mati. Barata Almaraja. Seorang laki-laki yang paling kejam di keluarga Raja. Apa pun sela...