32. Jadi Sebenarnya?

38.4K 3.2K 787
                                    

Beberapa macam masakan terkenal khas Indonesia telah tersaji di atas meja makan. Mata Felicia berbinar. Kagum melihat keahlian Bara yang tidak ada duanya.

"Wow."

Bara tersenyum sombong. Bangga dengan dirinya sendiri. "Pacar kamu ini memang berbakat dalam semua bidang sayang."

"Ya ya ya, aku tau," balas Felicia setuju. Bagaimana tidak, semua yang dilakukan Bara selalu berakhir dengan sempurna.

Mereka duduk bersebelahan. Karena semua sudah siap, Felicia langsung mengambilkan nasi dan lauk untuk sang kekasih.

Sedikit demi sedikit Felicia menyuapkan sendok di mulutnya. Enak sekali, ucap Felicia dalam hari. Hingga tak sadar ia makan dengan sangat rakus di depan Bara. Membuat pria itu terkekeh geli. Tidak ada anggun-anggunnya sama sekali, namun tidak membuat rasa cinta Bara menurun.

"Pelan-pelan sayang!"

Felicia berhenti sejenak. "Hehe..., masakan kamu enak. Jadi, nggak bisa berhenti."

"Ini minum dulu." Bara memberikan segelas air putih untuknya.

"Makasih, ganteng."

"Sama-sama, cantik."

Suasana sunyi. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring saling bertemu. Mereka menikmati sarapan pagi masing-masing. Tidak butuh waktu lama, Felicia menghabiskan makanannya terlebih dahulu. Sementara Bara, dia masih menikmati sarapannya.

"Makannya yang banyak. Nanti kan kamu kerja," ucap Felicia.

"Kamu yang seharusnya makan banyak sayang," papar Bara setelah menyuapkan sendok terakhir.

"Kok gitu?" tanya Felicia.

Bara memperhatikan tubuh Felicia. "Badan kamu kecil. Nggak berat sama sekali kalau aku gendong."

Felicia berdecak sebal. Tak lama, ia tersenyum miring sambil mengibaskan rambutnya dan meliukkan badan. "Kamu ngejek aku? Ya udah sih, gini-gini aku banyak yang naksir. Udah sexy, cantik, baik hati, nggak sombong, pinter, sultan lagi. Beh..., kurang apa coba?"

Niatnya ingin mengerjai sang kekasih. Bara malah terkana batunya sendiri. Dia menahan nafas dalam-dalam sekaligus kesal. Mata Bara tak berkedip. Gerakan singkat Felicia membuat pria itu terpana. Padahal jika dipikir-pikir gerakannya biasa saja. Tetapi lihatlah, senyuman Felicia begitu indah dan lekuk tubuhnya terlihat jelas.

"Aaa...," teriak Felicia terkejut. Satu tarikan saja, Felicia sudah berada di pangkuan Bara.

"So beautiful, Baby," bisik Bara tepat di telinga Felicia. Bulu kuduk gadis itu berdiri saat terkena hembusan nafas Bara yang menerpa wajahnya.

"I know," balas Felicia mengalungkan tangannya di leher sang kekasih.

"Nggak ada yang bisa ambil kamu dari aku!" pinta Bara disetai seringai kecil.

"Masak?" goda Felicia.

"Iya sayang. Pokoknya kamu nggak boleh jauh dari aku, titik nggak ada koma."

Bara menyimpan wajahnya di ceruk leher Felicia. Menghirup aroma strawberry yang menyejukan.

"Bara," panggil Felicia pelan.

"Hmm," balas Bara bergumam.

Felicia memikirkan cara agar Bara tidak mencurigainya. Ia teringat ucapan Rea yang tidak boleh mengajak pria itu. "Habis ini aku mau pergi."

Bara mengangkat kepalanya. Mereka melakukan kontak mata. "Kemana? Aku temenin."

"Eh..., nggak usah. Kamu lagian juga mau ke kantor."

My King (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang