Kilauan sinar matahari masuk melalui celah, menyorot setiap objek yang menjadi sasarannya, termasuk wajah Alena yang masih menutup damai pelupuk matanya. Tidur gadis itu sangat nyenyak, bahkan tidak menyadari presensi seorang cowok yang datang ke kamar itu.
Hingga beberapa sekon, dahi Alena mengernyit tatkala rungunya mendapati suara yang berhasil mengganggu ketenangannya. Membuatnya perlahan membuka pelupuk matanya. Alena melenguh pelan sembari merentangkan kedua tangannya.
Pelupuk mata yang semula terbuka perlahan, kini justru terbuka lebar. Tubuhnya spontan terduduk yang mencipta sengatan hebat di kepalanya. Berlalu Alena mengedarkan pandangannya. Seingatnya, semalam ia sedang di kamar Kookie untuk membantu cowok tengil itu mengerjakan tugas. Dan seingatnya, ia belum kembali ke kamarnya semalam.
Di tambah lagi, apa yang Alena lihat ini memang benar seperti yang ia ingat. Pagi ini, gadis itu bangun di kamar Kookie, dia sudah berada di atas ranjang. Padahal, Alena tidak ingat kapan dia menidurkan diri di ranjang Kookie.
Lekas gadis itu memeriksa tubuhnya dari balik selimut. Alena bernapas lega, pakaiannya masih utuh dan dia baik-baik saja. Akan tetapi, tetap saja rasanya masih tidak tenang.
Tak lama kedua maniknya menangkap sosok Kookie yang agaknya baru saja keluar dari kamar mandi. Cowok itu sudah rapih dengan pakaiannya dan hendak mendudukkan dirinya di sisi ranjang untuk memakai sepatu.
“Eoh, kau sudah bangun?” Netra Kookie sempat membulat samar tatkala mendapati gadis yang tidur di ranjangnya itu sudah sadar.
“Apa yang kau lakukan padaku, huh?” sergah Alena yang pikirannya masih kacau. Bayangkan saja, pagi-pagi dirinya bangun di kamar orang lain. Kamar laki-laki pula.
Kookie nampak santai menanggapi Alena yang justru terlihat gusar. Dia mendudukkan dirinya di sisi ranjang, “Mandi sana cepat! Aku mau berangkat ke kampus, kalau lama aku tinggal!” titah Kookie tanpa menoleh, sebab cowok kelinci itu tengah memakai sepatunya.
Alena menghela napas gusar, dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang dia lontarkan. Lantas Alena beranjak, berdiri tepat di hadapan cowok kelinci itu, “Kenapa aku bisa tidur di kamarmu?”
“Menurutmu kenapa?”
“Astaga, serius, Ki! Jangan membuatku kesal pagi-pagi seperti ini,” omel Alena yang masih mencoba sabar. Gadis itu selalu menghela napas guna menahan sebuah rasa ingin menerkamnya.
Kookie menghentikan kegiatan mengikat tali sepatunya, dia menatap datar wajah Alena yang tengah menatap nanar ke arahnya. “Kau ketiduran semalam. Sudah jangan banyak tanya, cepatlah mandi!” titahnya lagi.
Berlalu melirik jam yang ada di atas nakas, netra Alena membulat heboh. Dia pikir, dirinya akan kesiangan makanya Kookie menyuruhnya cepat-cepat mandi. Tapi ternyata, “Ini baru jam tujuh, astaga! Kau mau berangkat sekarang? Yang benar saja!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...