Hi, Baby #20

1.3K 149 110
                                    

Dering ponsel Kookie berbunyi pukul lima pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dering ponsel Kookie berbunyi pukul lima pagi. Si bungsu memang mengatur alarm di ponselnya lebih pagi dari biasanya. Tangannya merambat, meraih ponselnya yang dia letakan di atas nakas. Kookie mematikan lebih dulu alarmnya, berlalu menatap Alena yang masih terpejam.

Wajah kekasihnya yang terlihat begitu damai saat terpejam membuat Kookie menarik kedua sudut di bibirnya. Ibu jarinya mengusap pelan area pipi Alena. Kookie terkekeh dalam batin, mengingat bagaimana tingkah mereka saat pertama kali bertemu. Percekcokan yang sering terjadi kala itu memberikan afeksi yang luar biasa untuk saat ini.

Perlakuannya sama sekali belum mengusik tidur Alena. Usapan jemari Kookie berhenti, meski masih menatap wajah gadis itu. Usai semalam terlibat percakapan singkat, mereka memilih langsung tidur sebab rasa kantuk sudah mengungkung.

Kookie tahu, dia harus mencari alasan lagi untuk dikatakan pada sang bunda dan kakak-kakaknya di saat nanti mereka menanyakan. Tetapi, kebersamaan dengan Alena terlalu sayang untuk dilewatkan barang sedetik pun.

Tangannya berpindah, mengusap kepala Alena tatkala gadis itu menunjukkan tanda-tanda kesadaran, berniat untuk membuatnya kembali tertidur. Namun, usahanya tidak terlalu berhasil sebab perlahan pelupuk mata Alena mencoba terbuka.

Alisnya bertautan, Alena membuka pelupuk matanya perlahan. Sadar tidak sadar, dia merasakan ada sesuatu yang bergerak di area pipinya. Tatkala kedua pelupuk matanya terbuka, Alena langsung mendapati wajah Kookie di depannya, dia tersenyum tipis.

“Kau sudah bangun?” tanyanya dengan suara parau.

Kookie hanya tersenyum, tidak lekas menanggapi pertanyaan Alena dan memilih untuk kembali melayangkan usapan di kepala gadis itu. “Tidur saja kalau masih ngantuk. Aku akan pulang,“ ucap Kookie kemudian.

Jemari Alena mengusap pelupuk matanya lebih dulu. Kantuk masih terasa dominan, dia hanya menatap Kookie tanpa mengatakan apapun sembari membiasakan diri untuk benar-benar terbangun. Hingga perlahan mendapat kecupan singkat di hidungnya dari Kookie.

Alena sempat tersentak, melihat Kookie yang cengar-cengir justru membuatnya mencebik. Kedua tangannya meraih lengan Kookie, memeluk tangan si bungsu dan menempatkan kepalanya di sana.

“Apa artinya ini? Aku tidak boleh pulang?” goda Kookie.

Alena terkekeh samar dalam pejamannya. Setelah itu kembali melepaskan tangan Kookie dan menatap cowok itu. “Tak apa. Hanya saja, berjanjilah padaku untuk tidak membuatku cemburu lagi,” ucapnya.

Senyum di kedua sudut bibir Kookie semakin mengembang. Dia mengalihkan pandangannya sejenak, “Aku tidak bisa janji.”

Jawabannya berhasil mengubah raut wajah Alena, kedua sudut di bibirnya menurun. Tetapi, Kookie masih tersenyum tanpa dosa setelah mengucapkan kalimat tadi, seolah raut wajah Alena bukanlah apa-apa.

Alena mendecak, enggan menimpali. Dia memilih membalikkan tubuhnya untuk membelakangi wajah Kookie yang kembali membuatnya kesal. “Sana pulanglah! Menyebalkan sekali,” lirihnya di akhir kalimat.

Dear, Baby.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang