26. Main Di Pantai

1.9K 269 62
                                    

Tidak ada yang bisa menerka apa yang selanjutnya terjadi setelah dua pribadi itu mulai berbaikan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang bisa menerka apa yang selanjutnya terjadi setelah dua pribadi itu mulai berbaikan lagi.

Terlebih lagi, Alena stagnan saat bagaimana bibir Kookie menyapa permukaan bibirnya. Membuat gadis itu hanya terdiam tanpa melakukan apapun, membiarkan si bungsu menyesap bibirnya lebih dalam.

Kini Alena justru tidak bisa tertidur nyenyak. Isi kepalanya selalu memutar peristiwa yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Tubuhnya bergerak ke sana kemari, hendak mencari posisi yang paling nyaman.

Tetapi, dia belum juga mendapatkan itu.

“Argh! Bocah sialan!” umpat Alena. Dia menutup wajahnya dengan bantal, meruntuki apa yang baru saja terjadi.

Faktanya, Alena merasakan perubahan yang signifikan pada Kookie. Cowok itu yang biasanya terlihat bak bocah ingusan, tetapi justru jauh berbeda saat melibatkan dirinya pada pertukaran saliva.

Alena mencoba memejam lagi, membawa dirinya untuk masuk ke alam mimpi. Melupakan kejadian hari ini yang membuat kepalanya pening, berharap besok tiga cowok itu bisa segera pulang meninggalkan kampung halamannya ini.

Π•Π•Π•Π•Π

Apapun harapan Alena mengenai ketiga cowok itu agaknya tidak pernah mendukung. Setelah melewati sarapan bersama, ketiga cowok itu bukannya siap-siap pulang ke rumahnya, tetapi mereka justru pergi ke halaman belakang untuk membantu Albin memberi makan domba-domba di sana.

Alena mendengkus, kedua maniknya menatap dari jauh eksistensi tiga cowok itu yang terlihat asyik membantu adiknya. Tanpa gadis itu sadari, dari dalam rumah sang mama memperhatikan kegiatannya.

“Hei! Jadi, siapa yang benar-benar pacarmu?” tanya sang mama dengan senggolan di lengan kanan Alena. Mengudarakan kekehan tipis sembari menatap apa yang sedang diperhatikan anak gadisnya itu.

Alena menoleh cepat, dia menggeleng. “Tidak ada dari semuanya, Ma. Tiga bocah laki-laki itu tidak ada yang jadi pacarku,” balasnya.

Sang mama manggut-manggut, “Oh belum.” Kemudian melangkah masuk setelah menyempatkan untuk menggoda Alena.

Untung saja itu mamanya. Jadi, Alena hanya terdiam tanpa membalasnya lagi. Perlahan tungkainya melangkah untuk mendekati keberadaan mereka di halaman belakang. Kedua maniknya melirik bergantian ketiga cowok itu yang mendapat tugas masing-masing.

Alena menatap Albin, “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau malah santai-santai di sini?”

Yah, Alena mendapati adiknya itu justru terduduk di rerumputan sembari memperhatikan tiga bujang itu mengurusi domba-domba milik mereka.

“Kan sudah ada kakak-kakak itu, mereka kelihatan senang kok. Jadi, aku tidak terlalu lelah,” balas Albin sekenanya. Cowok berusia 15 tahun itu justru senang dengan kedatangan teman-teman Alena. Albin merasa pekerjaannnya menjadi lebih mudah.

Dear, Baby.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang