27. Peluang atau Hilang

1.8K 261 25
                                    

Liburan satu minggu yang Alena harapkan akan terbebas dari tiga bujang, nyatanya tidak berjalan mulus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liburan satu minggu yang Alena harapkan akan terbebas dari tiga bujang, nyatanya tidak berjalan mulus. Setelah tiga bujang itu datang tiba-tiba tanpa diinginkan, mengacak moodnya, dan enggan pulang sebelum Alena ikut dengan mereka, membuat gadis itu mau tidak mau harus benar-bener bertahan sampai liburan musim panas selesai.

Liburan musim panas akan berakhir, Kookie dan Alena harus siap-siap menyelesaikan tugas akhir untuk kelulusan mereka. Dari situlah, agaknya Alena bisa bernapas lega.

Sudah menghabiskan hari ke tujuh di kampung halaman Alena, meski Jimmy harus pulang lebih dulu karena harus mengurusi Kafe miliknya. Satu hari setelah itu, Alena bersama Vee dan Kookie pulang ke rumah Graceva.

Alena kembali menjalankan tugasnya seperti halnya. Yang membuatnya berbeda adalah ketiga bujang itu mulai mandiri. Mereka hanya merengek sesekali, itu pun hanya berniat untuk menggoda Alena.

Pun Alena masa bodoh, dia sudah kebal dengan tingkah menyebalkan tiga bujang itu. Alena hanya perlu mengancam mereka kalau dia akan pergi dari rumah ini. Semudah itu. Padahal Alena sudah seringkali mengatakan, lambat laun dia pasti akan pergi meninggalkan rumah Graceva untuk kembali ke kampung halamannya lagi.

Kini gadis itu sudah selesai menyegarkan diri. Di bahunya terdapat handuk kecil yang sudah dia gunakan. Tungkainya melangkah untuk keluar kamar mandi.

Tepat disaat pintu kamar mandinya terbuka, Alena mendadak bergeming. Manik kembarnya menatap lurus ke arah ranjangnya, dimana dia mendapati tiga bujang itu tengah berbaring di atas ranjang sembari memainkan ponsel.

Untung saja, Alena sudah memakai baju.

Mendapati Alena yang keluar dari kamar mandi, tiga bujang itu serempak menatap Alena, hanya sekilas. Karena setelahnya, mereka kembali menatap ponsel masing-masing.

Alena mendecak. Dia benar-benar gusar. “Ngapain sih di kamarku?” Tangannya menggaruk kesal kepalanya yang tak gatal.

Sebenarnya, Alena salah karena selalu mengancam akan pergi dari rumah Graceva, karena hal itu, Jimmy dan kedua adiknya justru semakin mengikutinya kemana pun.

“Aku bilang bunda, ya,” imbuh Alena karena tidak mendapat jawaban dari ketiga cowok itu.

Terdengar kekehan Jimmy yang pertama kali mengudara, “Bunda tidak ada,” balasnya sembari menjulurkan lidah.

Baiknya diapakan, ya? Masalahnya, wajah Jimmy benar-benar menyebalkan saat mengatakan hal itu. Netra sipitnya membulat, lidahnya terjulur ke arah Alena, dan jangan lupakan kedua lubang hidungnya yang... Ah, bagaimana ya, menjelaskannya?

Sementara, Vee dan Kookie hanya terkekeh untuk menimpali perkataan sang kakak. Membuat Alena hanya bisa menatap datar ke arah mereka. Dia memilih untuk menggantungkan handuk yang sudah digunakan, setelah itu melangkah hendak meninggalkan kamar.

“Hei! Mau kemana?” Suara Kookie mengudara sebelum gadis itu benar-benar meninggalkan kamar. Tubuh tegapnya beranjak untuk duduk, tetapi Alena tidak menoleh sama sekali.

Dear, Baby.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang