17. Alena X Tiga Bujang

2.5K 302 37
                                    

Acara TV yang menyala, beberapa kaleng minuman soda serta camilan yang tersedia di atas meja, nyatanya menjadi tidak berarti tatkala tiga bujang Graceva tengah asyik mengobrol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Acara TV yang menyala, beberapa kaleng minuman soda serta camilan yang tersedia di atas meja, nyatanya menjadi tidak berarti tatkala tiga bujang Graceva tengah asyik mengobrol. Vee dan Jimmy duduk di satu sofa bed yang sama, sementara Kookie duduk di single sofa sambil menikmati lolipop dalam mulutnya.

Mereka tengah membicarakan apa saja yang terlontar dari mulut ketiganya, sembari menunggu Alena yang tengah ke supermarket bersama si Kakak tertua. Pun sang Bunda sedang tidak berada di rumah.

“Kau tahu, tidak? Gadis yang kita temui sewaktu sekolah menengah? Yang meminta nomor ponselmu saat di Halte?” Tatapan Jimmy beralih ke arah Vee, sebab sang adik bersekolah di tempat yang sama dan bahkan mereka selalu berdua disaat sekolah menengahnya.

Vee mengangguk pelan sembari mencoba mengingat-ingat. “Kenapa? Itu sudah lama sekali!”

Jimmy mengubah posisi duduknya. Raut wajahnya nampak antusias, terlihat saat netral sipit nya membulat samar. “Aku melihatnya dia sedang hamil, dia sudah menikah, Vee!” tugasnya.

Dua adiknya bergeming sambil mencerna perkataan Jimmy. Terlebih lagi Vee, dahi cowok itu berkerut sejenak, akhirnya dia menjawab, “Oh, ya itu bagus.”

Kepala Jimmy manggut-manggut. “Aku tahu. Tapi, dia sedikit berbeda, tubuhnya semakin wow!” Cowok blonde itu terkekeh di akhir, mengingat bagaimana dia bertemu dengan gadis cantik semasa sekolah menengahnya.

Vee tergelak singkat. Pun Kookie menggeleng kepalanya, “Tidak ada yang lebih wow selain tubuh Nuna,” cicitnya sambil berbisik.

Agaknya mengundang keingintahuan dari kedua kakaknya yang kini memandang Kookie penuh tanya. Netra monolid si anak ketiga membola, “Maksudmu Alena?” terkaan Vee.

Kookie mengangguk mantap. Dia menyandarkan punggungnya di sofa, mencoba santai tatkala mendapati reaksi berbeda-beda dari Vee dan Jimmy. Kookie tersenyum di sebelah sudut di bibirnya.

Terdengar kekehan dari Jimmy. Kepala cowok blonde itu menggeleng. Tidak mungkin Alena, dari yang Jimmy lihat gadis itu biasa saja. Maksudnya, tubuh Alena tidak seperti para model yang memiliki tubuh elok bak gitar Spanyol.

“Memang kau sudah pernah lihat?” tanya Jimmy kemudian.

”Iya? Waktu itu kan kita gagal mengintip,” timpal Vee sambil tergelak. Dia mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat pertama kali Alena datang untuk bekerja.

Jemari Kookie menjauhkan sejenak lolipop dari mulutnya, cowok kelinci itu menampilkan susunan giginya. “Itu rahasia! Yang pasti aku tidak mengintip.”

Sontak kedua kakaknya terkejut bukan main. Netral keduanya membulat bersamaan. “Maksudnya Alena yang memperlihatkannya padamu?” tanya Jimmy tidak habis pikir.

”Yah, tidak sih,” respon Kookie sambil terkekeh. Kilatan kejadian lucu menyapa isi kepalanya, Kookie mengingat saat bagaimana Alena beberapa kali ingin memukulnya karena dia selalu menggoda gadis itu. “Nuna jelek itu galak, kau tahu? Aku selalu dimarahin.”

Dear, Baby.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang