Boleh ditambahkan satu hal lagi yang membuat tensi darah Alena meninggi selain rengekan Kookie adalah dimana sebuah kamar terlihat seperti kandang kambing tatkala beberapa material kertas yang biasa digunakan untuk lembar foto itu berserakan di lantai.
Kepala Alena benar-benar pening, ia baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berangkat bekerja dan ke kampus. Namun, saat ingin membangunkan Vee, yang Alena dapatkan adalah penampakan tersebut; kamar si anak ketiga bak kapal pecah.
Alena menarik nafas dalam, membuangnya perlahan sambil mencoba bersabar. Raut wajah Vee sekaligus sikap baik cowok tampan itu selama ini, mau tidak mau membuat Alena sebisa mungkin menahan amarah. Kendati ia sudah sangat ingin mengumpat.
Sialan. Ini. Masih. Pagi. Vee.
Usai mengumpat sepersekon, Alena melangkah untuk mendekati keberadaan Vee yang tertidur pulas dengan beberapa berkas foto yang berserakan itu. Berlalu jemari Alena menyahuti beberapa material kertas itu, dilihatnya itu semua adalah hasil tangkapan kamera Vee.
Ah, tetapi tunggu! Rasa-rasanya Alena mengenali sebuah objek disalah satu kertas foto itu. Kenapa mirip dirinya, ya? Hanya saja di foto itu terlihat lebih absurd sebab ekspresi Alena terlihat gusar. Dan Alena baru ingat, dalam gambar itu dia tengah cekcok dengan si Bungsu Kookie.
“Astaga, Vee, kurang kerjaan sekali!” lirih Alena frustasi. Tidak habis pikir, pun Alena mengusap pelan wajahnya.
“Vee bangun!”
“Vee cepat! Bunda dan Kak Suga akan berangkat lebih pagi!”
“Vee astaga!” Alena berkacak pinggang. Ternyata tidak mudah membangunkan Vee yang tertidur seperti mayat hidup; tidak ada pergerakan sama sekali, untungnya masih bernapas.
Lantas Alena beralih untuk meraih beberapa material kertas yang berserakan dimana-mana untuk ia rapihkan. “Aku buang saja kameranya sekalian!” cicitnya.
Sepersekon Alena terlonjak sebab Vee tiba-tiba terduduk dari tidurnya. Wajahnya yang masih sembab khas bangun tidur tertutup helaian anak rambutnya. “Jangan coba-coba menyentuh kamera milikku!” lirihnya pelan. Pelupuknya masih terpejam, suaranya pun terdengar parau.
“Akan aku buang, kalau kau tidak bangun!” ancam Alena. Masa bodoh, dia hanya menjalankan tugas.
Alena kembali mengumpulkan beberapa lembar foto itu untuk dirapihkan. Setidaknya pekerjaannya nanti sepulang kuliah tidak terlalu berat. Namun, dia sempat dibuat bingung tatkala mendapati Vee beranjak dari ranjang dan berjalan cepat menuju pintu.
“Apa yang kau lakukan, huh?”
Vee tidak menggubris. Yang Alena dapatkan justru Vee mengunci pintu kamarnya, kemudian memasukan kunci tersebut ke saku celana seatas lututnya. “Aku akan mengurungmu di kamar,” cicitnya tanpa dosa.
Pun Vee kembali melangkah, membuat netra bulat Alena kian membola tatkala Vee membuka kaus yang ia gunakan; menampilkan tubuh polos Vee dengan sedikit kotak hampir tak terlihat di area perutnya. Sontak membuat Alena menutup wajahnya dengan kedua tangannya, “Idiot! Apa yang kau lakukan? Jangan kunci pintunya!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...