Hampir pukul sebelas malam di kediaman Alena. Rumah gadis itu mulai hening saat memasuki jam sepuluh malam, tepat disaat ketiga bujang Graceva mulai menunjukkan tanda-tanda terlelap.
Alena terbangun dari tidurnya. Sejujurnya, gadis itu tidak benar-benar tertidur. Dia masih terjaga meski tidak melakukan apapun. Overthinking menyerang disaat hampir menunjukkan tengah malam. Satu hal yang membuatnya mulai menyadari, mungkin menjauhnya eksistensi Kookie dengan dirinya dikarenakan cowok itu sudah dekat dengan gadis lain.
Mungkin saja.
Perlahan kepala Alena menoleh, dia mendapati Lyla masih memainkan ponselnya.
“Kau belum tidur?” tanya Alena.
Pun Lyla ikut melemparkan pertanyaan, “Kau terbangun?”
Alena hanya tersenyum tipis, matanya sesekali memejam. Kantuk memang sudah menyerang sejak tadi, tetapi agaknya seluruh raganya seakan sulit untuk diajak tidur.
Tubuhnya beranjak perlahan, Alena hendak meninggalkan kamarnya sebelum akhirnya pertanyaan terlontar dari Lyla.
“Kau mau kemana?”
“Ke dapur. Mau minum,” kata Alena. Membuat Lyla berdehem singkat dengan kepala mengangguk samar.
Setelahnya, Alena melangkahkan kakinya meninggalkan kamar. Sejak terlibat percakapan dengan Lyla perihal si bungsu, Alena memang sudah merasakan kerongkongannya mengering. Topik percakapan yang terjadi dengan gadis seusianya itu berhasil membuat suasana hatinya memburuk.
Alena menyadari, agaknya dia memang sudah benar-benar jatuh pada sosok menyebalkan seperti si bungsu.
Langkahnya berhenti beberapa sekon tatkala kedua maniknya menangkap satu pribadi yang sempat menjadi topik utama. Tubuhnya mematung, Alena hendak mengundurkan diri dari dapur. Dia memang ingin memiliki kesempatan untuk berbicara sama Kookie, tetapi rasanya mendadak canggung.
Meski begitu, Alena memberanikan diri untuk tetap melangkah, memasuki area dapur dan melihat Kookie seperti tengah mencari sesuatu.
“Butuh bantuan?” tanya Alena kemudian.
Pribadi itu sempat tersentak. Netra bulatnya menatap sosok Alena beberapa
sekon, berlalu mengalihkan pandangan lagi.Alena menangkap dengan jelas, ada sesuatu yang tengah si bungsu tutupi mengenai dirinya.
“Tidak ada,” balas Kookie setelahnya. Perlahan tubuhnya berbalik dan hendak meninggalkan eksistensi Alena yang masih berdiri dengan tatapan bingung.
Mendapati Kookie yang terlihat menghindar membuat Alena menghela napas pelan. Relungnya semakin mengganjal. Gadis itu ingin, malam ini, dia dapat memastikan alasan mengapa Kookie bersikap apatis terhadapnya.
“Ki...” panggilnya pelan, lebih terdengar seperti kefrustasian.
Langkah si bungsu berhasil terhenti, tetapi tidak juga membuatnya menoleh. Kookie masih terdiam membelakangi Alena. Barangkali, menunggu gadis itu menyelesaikan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...