25. Black Bracelet

2K 281 71
                                    

Embusan angin menyapu permukaan wajah empat pribadi yang kini masih betah di tempat semula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Embusan angin menyapu permukaan wajah empat pribadi yang kini masih betah di tempat semula. Sore ini, ketiga cowok itu masih bermain-main di halaman belakang rumah Alena yang memang cukup luas.

Selain ditumbuhi dengan rumput hijau dan pohon-pohon besar, halaman belakang rumah Alena seperti tidak memiliki pembatas.

Pasalnya, itu terlihat luas dan jarak rumahnya dengan rumah tetangganya terbilang cukup jauh. Hampir di dekat pantai. Yah, meski memerlukan perjalanan lagi yang menghabiskan beberapa jam. Rumah Alena memang cukup dekat untuk menuju pantai. Berbeda dari rumah ketiga cowok itu—yang di kelilingi oleh gedung-gedung pencakar langit.

Alena terduduk di rerumputan bersama Jimmy. Mereka beristirahat sejenak usai membantu mengurusi domba-dombanya. Sementara, Vee dan Kookie masih asyik main kejar-kejaran sama anak domba itu.

Ah, lucu sekali. Alena dan Jimmy sampai gemas melihatnya.

“Al, ini namanya siapa? Kau beri nama tidak?” tanya Vee yang keberadaannya tak jauh dari Alena dan Jimmy. Cowok tampan itu menyentuh salah satu anak domba yang memang sempat Kookie gendong.

“Namanya Bryan,” balas Alena.

Mendengar penuturan Alena, ketiga cowok itu berhasil tergelak. Pun gadis itu hanya memperhatikan Jimmy yang duduk di sebelahnya sambil tertawa. “Nama domba Alena lebih keren dari pada nama kalian,” timpal si anak kedua tanpa dosa.

Vee dan Kookie nampak acuh. Toh, domba bukan tandingan mereka untuk dibanding-bandingkan. Jadi, kedua adiknya terlihat masa bodoh. Faktanya, mereka merasa lebih tampan daripada anak domba milik Alena.

Beberapa menit menghabiskan waktu di halaman belakang rumah Alena. Pun matahari mulai tenggelam hendak bertukar posisi dengan sang bulan yang akan menggantikan tugasnya selama malam hari. Tetapi, Alena tidak juga mendapati tiga bujang itu beranjak untuk pulang. Vee dan Kookie justru ikut bergabung bersama untuk duduk.

“Kalian tidak pulang?” Alena menatap satu-persatu wajah tiga cowok itu. Bukannya langsung mendapat jawaban, Alena justru mendapati Kookie membaringkan tubuhnya di rerumputan.

Astaga.

“Kau mengusir kita Alena?” sambar Jimmy dengan netra yang membola.

Vee mengangguk menyetujui, “Iya, kita nginap di sini, ya? Iya dong!” sergahnya cepat. Dari duduknya, Vee beranjak, merapihkan pakaiannya sejenak. “Mau mandi,” imbuhnya.

Menghela napas pelan, Alena membuang pandangannya ke sembarang arah. Keinginannya untuk pulang ke kampung halamannya sejenak adalah untuk terhindar dari tiga bujang tengil itu. Tetapi, ternyata?

“Sana mandi. Kenapa bilang, sih? Minta dimandiin?” balas Alena sewot. Pun dia ikut beranjak, berjalan lebih dulu untuk memasuki rumahnya dan meninggalkan tiga cowok itu.

“Ayo...!!” sahut ketiganya serempak.

Perlahan ketiga cowok itu beranjak, melangkah cepat mengikuti Alena yang sudah berjalan lebih dulu. Mereka bertiga hanya cengar-cengir di sepanjang langkahnya.

Dear, Baby.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang