Kejadian malam itu membuat Alena mengerti, Lyla sudah menyuarakan untuk berperang dengannya. Padahal selama ini, dirinya sudah mati-matian menahan untuk tidak mengumpat acapkali melihat Lyla selalu bertingkah manja terhadap Kookie di depan matanya. Alena selalu mencoba untuk menurunkan egonya dan memikirkan kondisi Lyla yang disinyalir memiliki penyakit serius. Namun tanpa diduga, Lyla seperti ular berbisa.
Ketukan alat makan terdengar begitu lantang memenuhi kantin kantor yang berisi beberapa karyawan yang tengah menikmati makan siang. Atensi Kookie sejak tadi teralihkan tatkala mendapati Nuna tersayangnya itu mengetuk piring menggunakan sendok dan garpu, ditambah raut wajah Alena terlihat gusar sembari hanya menatap makan siangnya.
“Hei, Nuna. Ada apa, hmm?” Kedua tangan Kookie lantas meraih kedua tangan Alena untuk menghentikan kegiatan kekasihnya itu. Agaknya, Alena memang sedang melamun dan tidak menyadari apa yang dia lakukan. Itu terlihat saat bagaimana raut wajahnya nampak bingung.
Alena hanya menatap wajah Kookie beberapa sekon, berlalu mengedarkan pandangan ke beberapa meja untuk memastikan kegiatannya tidak menarik atensi karyawan yang lain. Setelah melakukan hal itu, Alena kembali menatap Kookie, dia menggeleng.
Namun tetap saja, respon Alena tidak cukup untuk menjawab pertanyaan yang sempat Kookie lontarkan. Si bungsu sedikit mendekatkan kepalanya, menatap Alena lamat-lamat guna menyelidiki hal yang tengah gadis itu sembunyikan. “Nuna, ada apa?” tanyanya pelan.
Alena bergeming, dirinya berpikir lebih dulu mengenai percakapan dengan Lyla pada malam itu. Alena hanya bingung, apakah hal itu harus diceritakan pada Kookie, atau dia akan tetap memilih diam.
Cukup lama Kookie tidak mendapat jawaban apapun dari Alena, sebab gadis itu hanya terdiam menatapnya. Lalu hal yang sama pun terulang, Alena hanya menggeleng, meski kali ini diiringi dengan senyuman manis yang mengembang.
“Tak apa, Ki. Bukan hal yang serius,” balas Alena akhirnya. “Oh iya, bagaimana dengan konsol barumu? sudah dicoba?” tanyanya mengalihkan.
Sebab mengetahui Kookie yang baru saja membeli konsol baru, Alena lebih memilih membahas hal itu daripada membicarakan kejadian bersama Lyla yang berhasil membuatnya nyaris emosi. Faktanya, Kookie mulai teralihkan, raut wajahnya terlihat senang dari sebelumnya. Hal itu berhasil membuat Alena bernapas lega.
“Ah itu.” Kookie secara spontan meletakkan sendok dan garpunya ke atas piring, lesung pipi di masing-masing sudut bibirnya mulai terlihat. “Keren sekali, Nuna! Pilihanmu adalah yang terbaik. Nanti kau harus main ke rumah, dan kita akan mencoba permainan baru di konsolku. Okay?”
Alena mengangguk dengan sedikit senyuman. Mencoba melupakan kejadian malam itu agaknya pilihan yang tepat, meski kekesalannya terhadap Lyla masih tersisa.
Baru saja hendak melanjutkan makan siangnya, netra Alena secara spontan menangkap satu presensi dari arah kanan, hal yang berhasil membuatnya terkejut sekaligus bertanya-tanya. Satu makhluk itu semakin lama terasa mengerikan, dia selalu ada di antara dirinya dan Kookie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...