Melewati makan malam yang kembali memberikan afeksi baru di dalam relung Alena. Senang. Bingung. Sedih. Semuanya menjadi satu kesatuan.
Gadis itu perlu berbicara dengan si bungsu. Namun, agaknya untuk malam ini dirinya belum memiliki kesempatan. Usai acara makan malam selesai, Alena pikir, kepergian Graceva keluar kota bisa sedikit memberinya ruang untuk berbicara dengan Kookie. Pasalnya, sampai menunggu besok pagi pulang ke kampung halaman, Graceva meminta Alena untuk bermalam di rumahnya.
Graceva dan Suga pergi. Jimmy pun begitu, pria itu hendak menemui temannya. Dan Kookie, si bungsu ikut undur diri untuk mengantar Lyla sejak tiga puluh menit yang lalu.
Kini, Alena berada di sebuah kamar yang menjadi tempat beristirahatnya saat bekerja di rumah Graceva.
Perlahan tubuhnya beranjak, melangkah pelan keluar kamar dan mencari satu pribadi di sana. Setahunya, Vee tetap ada di rumah. Hanya si anak ketiga yang tidak pergi usai makan malam.
Kebetulan. Alena mendapati Vee datang dari anak tangga dengan segelas air di tangannya.
“Kau belum tidur?” Vee bertanya pertama kali. Netra monolidnya menatap Alena dari ujung kaki hingga ujung rambut. Yang dia dapati, gadis itu sudah memakai piyamanya.
Vee pikir, Alena sudah tidur.
Pun Alena menggeleng. Tungkainya kembali melangkah, “Apa yang kau lakukan, Vee?”
“Mau lihat?” tanya si anak ketiga.
Tanpa menunggu respon Alena, Vee sudah lebih dulu membuka pintu kamarnya untuk mempersilahkan gadis itu masuk.
Di dalam kamar Vee, manik kembar Alena menangkap kamar Vee yang cukup berantakan. Gadis itu menghela napas, mendapati kamar si anak ketiga yang berantakan membuatnya mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
“Aku sedang melihat hasil tangkapan kameraku hari ini. Kau mau melihatnya?” Vee sudah lebih dulu mendudukkan dirinya di atas ranjang dengan sebuah laptop dan kamera.
Alena melangkah perlahan. Sebenarnya, cukup canggung memasuki kamar laki-laki dalam keadaan mereka hanya berdua di rumah. Tetapi, melihat Vee yang begitu sibuk mengurus hasil jepretannya, membuat Alena yakin, tidak akan ada apapun yang terjadi.
Manik kembar Alena menelisik setiap gambar yang tertera pada monitor laptop milik Vee. Si anak ketiga juga menunjukkan foto-foto yang diambil saat mereka tengah membuat kue, bermain di pantai, dan foto pertama Alena dan Kookie saat Vee mencoba kamera barunya.
“Wah! Kau masih menyimpan foto itu, Vee?” Pertanyaan retorisnya keluar dari belah bibir Alena. Gadis itu semakin mencondongkan tubuhnya ke dekat monitor laptop Vee untuk dapat melihat foto-foto itu lebih jelas.
“Ah, tentu saja!” balas Vee setelah menenggak segelas airnya. “Ini terlalu berharga untuk di hapus. Hasil potretanku bagus, 'kan?”
Alena tergelak singkat, tetapi kepalanya mengangguk. Tidak dapat dipungkiri, Vee memang memiliki bakat untuk menjadi fotografer profesional.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...