Apa lagi kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan hati Alena saat ini selain bahagia?
Alena bahagia. Hari ini dia bangun tanpa mendapati kerusuhan, rengekan Kookie, permintaan ambigu Jimmy, dan tanpa tatapan tajam dari Vee. Ditambah lagi, tadi Suga sempat membantunya membuat sarapan.
Akhirnya, Alena mendapatkan kedamaian. Andai, setiap hari dia dapat merasakan bahagia dengan sesedehana itu. Yah, sangat sederhana.
Tadi pagi saat berangkat ke Kampus, Alena berangkat bersama Vee yang hendak menuju gallery-nya. Suasana hati anak ketiga itu sudah mulai membaik usai kerja keras yang dilakukan oleh Alena dan dua bujang Graceva kemarin. Vee mulai semangat lagi untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menjelang pameran.
Kini tungkai jenjang Alena berjalan menelusuri koridor. Dia habis dari kantin untuk menghabiskan stoberi milkshake guna menyegarkan kerongkongannya yang tadi mengering usai melakukan diskusi kelompok pada mata kuliah Dosen Christ.
Alena sempat bertemu Kookie dan temannya yang berkulit tan dengan senyuman manis itu. Namun, Alena tidak menyapa, melempar senyum pun segan. Kookie bilang, mereka harus berlakon seolah tidak saling mengenal kalau tengah berada di lingkungan Kampus. Alena melakukan itu dan tidak merugikan juga untuknya.
Tungkainya masih terus melangkah melewati lorong panjang untuk segera keluar Kampus, mata kuliah Alena sudah selesai hari ini. Keadaan Kampus yang damai tiba-tiba menjadi bising dengan derap langkah kaki. Tapi, Alena enggan menoleh.
Sampai akhirnya, “Nuna..!”
Katakan pada Alena kalau ini bukan awal dari sebuah kesialan lagi. Please god! Alena sangat memohon.
Suara Kookie selalu terdengar horor untuk menyapa rungu Alena.
Begitu Alena menoleh, ia mendapati Kookie tengah berlari ke arahnya. Kemudian langkah cowok itu berhenti dengan napas tersengal.
“Nuna ini tuli, ya! Aku memanggilmu dari tadi!” sarkas Kookie. Tubuhnya sesekali membungkuk, menempatkan kedua tangannya untuk bertumpu pada lutut, berharap napasnya dapat kembali normal.
Alena menghela napas. Kookie ini minta di hajar rupanya. Cowok kelinci itu berbicara dengan suara yang lumayan keras. Pun Alena mendecak, “Kau bisa tidak, jangan memanggilku Nuna kalau sedang berada di Kampus!”
Bukan sebuah pertanyaan, Alena lebih mengutarakan sebuah permintaan yang harus dituruti oleh si Bungsu.
Dia tidak mendapati jawaban Kookie. Si bungsu masih mengendalikan deru napasnya, hingga perlahan tubuhnya kembali tegap dengan tungkai jenjangnya yang berjalan mendekati Alena.
“Lagian kita ini seumuran, kita hanya berbeda beberapa bulan,” imbuh Alena.
Netra bulat Kookie menatap datar Alena, tubuh tegap itu kini sudah berada di hadapan gadis yang tingginya hanya sebatas lehernya saja. “Suka-suka aku lah!” balas Kookie sewot, dia kembali melanjutkan, “Lagian Bunda bilang aku harus memanggilmu begitu. Kau lahir beberapa bulan lebih dulu dibanding aku!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...