Kedua tangan Kookie membawa dua kantung belanjaan berukuran sedang berisi beberapa barang yang baru saja mereka beli. Disela perjalanan mengantar Alena pulang, Kookie mengajak gadisnya itu ke supermarket.
Si bungsu membelikan banyak camilan, ramen, susu dan yang lainnya. Padahal, Alena sudah menolak agar Kookie tidak perlu repot-repot membelikan ini dan itu. Tetapi, kenyataannya cowok itu justru asik belanja sendiri.
“Ini terlalu banyak, Ki,” cicit Alena melirih, entah untuk yang keberapa kalinya. Namun, raut wajah Kookie terlihat tidak terusik sama sekali.
Kookie lebih dulu memperhatikan Alena yang tengah mencoba menekan pin Apartemennya. Berlalu masuk setelah gadis itu berhasil membuka pintunya. “Tak apa, aku kan bakalan sering ke sini,” ucap Kookie akhirnya.
Alena hanya mengangguk pelan dengan helaan napas. Tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi, sebab belanjaan itu sudah ada di tangan Kookie.
Memilih untuk meletakkan tas dan sepatunya di kamar, Alena membiarkan Kookie yang berjalan menuju dapur untuk meletakkan barang belanjaannya di sana. Setelah itu, dia berjalan ke arah dapur untuk membantu Kookie merapikan beberapa makanan itu.
“Ini apa?” Alena menemukan sebuah camilan yang terlihat begitu asing. Tangannya membalikkan kemasan camilan itu untuk mendapatkan petunjuk.
Kookie justru mengangkat kedua bahunya. “Entah, aku ambil saja, kelihatannya enak.”
Jawaban Kookie yang begitu santai membuat Alena lagi-lagi menghela napas, mencoba untuk tidak meruntuki tingkah si bungsu yang memang tidak berubah.
Yah, cowok yang sudah resmi menjadi kekasihnya itu memiliki kebiasaan membeli makanan apapun yang menarik perhatiannya, meski pada akhirnya Kookie tidak menyukai makanan itu setelah mencobanya.
Alena meletakkan beberapa makanan di laci, lalu beralih menuju kulkas untuk meletakkan susu dan minuman bersoda. “Kau mau makan?” tanya Alena sembari menyempatkan untuk menoleh ke arah Kookie.
Tetapi, dia mendapati si bungsu menggeleng, “Aku belum lapar.”
Kembali melangkah mendekati eksistensi Kookie, Alena berdehem singkat sembari membawa membawa satu kaleng minuman. Manik kembarnya hanya memperhatikan Kookie yang tengah meletakkan satu barang terakhir di atas meja dapur.
“Ini.” Tangan Alena menyodorkan minuman dingin ke arah Kookie.
Membuat cowok itu menyahuti minuman itu dari tangan Alena. Kookie menenggak airnya lebih dulu sebelum akhirnya bersuara, “Kau tidak mau main ke rumah?”
Alena tergelak singkat, “Aku baru saja dari rumah Bunda dua hari lalu. Mungkin nanti, Ki. Aku juga tidak enak kalau ke rumah tanpa perintah Bunda.”
“Harus nunggu disuruh Bunda? Kan sudah terbiasa, kapanpun Nuna bisa main ke rumah,” balas Kookie mencoba mengingatkan. Alena selalu seperti itu, padahal mereka sudah menganggap Alena seperti keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Baby.
Teen FictionAlena pikir, dia dipekerjakan untuk menjaga tiga bocah laki-laki yang menggemaskan. Namun, Alena salah besar tatkala eksistensi tiga bujang yang menyebalkan hadir di hadapannya seperti mengajaknya masuk ke neraka. Terlebih lagi tensinya selalu menin...