CHAPTER 34 : DEJA VU

16.1K 2.2K 186
                                    

■ Irene POV

Sudah dua hari berlalu dan kami berdu...bukan, kami bertiga telah berteman dan selalu pergi bersama.

Awalnya kami berdua terkejut dengan pertanyaan Velix yang ingin bergabung dengan kami. Lalu, dengan terpaksa Cecillia setuju. Awalnya dia menolak, namun entah apa yang ia pikirkan, ia pun setuju. Ia juga tak ingin berita palsu kalau kami punya hubungan yang aneh-aneh tersebar. Dan, Cecillia yang sedikit merasa bersalah, mulai bersikap sebagai teman yang akrab dan perlahan sifat manjanya berkurang. Dia bilang, ia tak ingin menjadi kekanak-kanakan karena ia ingin menjadi kuat dan dewasa. Sungguh, walau ia berkata begitu, ia masih seperti anak-anak dan sifat manjanya masih terlihat. Sedangkan Putra Mahkota, ia selalu mengikuti kami dan hanya bicara seperlunya saja. Hal ini membuat semua orang penasaran dan bertanya-tanya, mengapa Putra Mahkota yang dingin dan cuek bisa mengikuti dan berteman dengan dua gadis yang bahkan juga saling berlawanan karakter itu?

"Irene..." lirih gadis berambut pirang itu lesuh.

"Ya...?"

"Apa kamu paham tentang penjelasan tentang penyelesaian aljabar tadi?" tanya Cecillia lemas karena sedari pagi kami disuguhi materi matematika yang 'wow' itu.

"Ya, aku juga sudah menyelesaikan lima soal terakhirnya." ucapku.

"Astaga...Kamu memang luar biasa. Lalu, bisakah kamu menjelaskan ulang padaku? Aku masih sedikit kurang mengerti pada bagian yang ininya." pintanya sambil menunjukkan bagian yang dia tak pahami dari catatan yang ditulis guru tadi.

"Baiklah, mendekatlah ke mari." ujarku.

Setelah itu aku menjelaskan tentang hal yang tidak ia mengerti. Dia akhirnya mulai mengerti dengan penjelasanku yang lebih memudahkannya. Setelah menjelaskan hampir setengah bagian, tiba-tiba seseorang yang juga berada bersama kami angkat bicara.

"Hei..."

"...Ya?" kejutku saat Velix memanggil kami.

"Apa kalian menganggapku batu?" ucap Velix.

"Ah, maafkan kami, Yang Mulia. Silahkan santap makanan Anda." balasku sopan.

Setelah aku mengatakan hal itu, dia tiba-tiba diam menatapku datar, namun jelas kurasa dia kesal.

'Kenapa dia?' heranku.

"...Bisakah kalian bicara padaku secara biasa?"

"Maksud Anda?" heranku.

"Kalian saling bicara nonformal, lalu bagaimana bisa kalian bicara secara formal saat kita sudah sepakat menjadi teman?"

Aku melirik pada Cecillia yang juga tak paham dengan perkataan laki-laki ini.

"Lalu, kami harus memanggil Anda apa?" tanyaku lagi.

"Velix, panggil aku Velix. Dan kamu juga bisa memanggilku 'kamu'. Jadi, mari berhenti mengatakan 'saya-Anda'. Itu terlalu kaku dan itu membuatku seperti diasingkan."

'Andakan memang masih asing, Yang Mulia Putra Mahkota? Lagipula lihat status Anda yang bertanda Mulia itu.'
"Baiklah, Yang Mu...maksudku, Velix." ujarku.

"Bagus. Lalu, aku bisa memanggilmu Irene sekarang, kan?" ucapnya tersenyum entah artinya apa. Lagipula dia bukan orang yang tersenyum tanpa alasan jelas.

"Tentu saja, Velix." balasku yang masih dibalas senyum olehnya.

"Jadi, Velix..." Cecillia memanggil.

"Ya."

"Bisakah kamu membiarkan Irene mengajariku sebelum waktu istirahat ini habis?" ujar Cecillia dingin dan masih tampak frustasi sejak pembelajaran tadi.

I WAS BORN TO BE ALONE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang