■ Author POV
"KAU BAJINGAN!!!" geram gadis pirang yang adalah Cecillia beserta tiga laki-laki di belakangnya.
'Ah...mereka lagi.' kesal Ryan memutar bola matanya dan menatap ke arah Irene lalu mengeratkan genggamannya dengan tangan 'Malaikatnya' itu.
"LEPAS.TANGANNYA.TIDAK?!!" ujar Cecillia makin tajam dan menekan.
Namun, bukannya takut dan melepaskan, Ryan malah makin mengeratkan kaitan tangannya dan tersenyum sinis.
"Hmmh..." dengus sinis Ryan.
"Kubilang...LEPASKAN TANGANNYA BRENGSEK!!" teriak Cecillia makin tinggi, namun masih tak membuat Ryan bergeming.
"Maaf, tapi saya tak ingin dan takkan melepaskan tangan cantiknya IRENE ini." ujar Ryan tersenyum namun terdengar sinis.
"Aish..." kesal Cecillia.
Sementara, ketiga pria itu, Velix, Albert, dan Henry, masih diam di belakang Cecillia. Mereka semua telah terwakili labrakannya oleh Cecillia.
'Siapa dia sebenarnya sampai ia berani memanggil Irene dengan nama pendeknya?' heran Velix dan juga tiga lainnya. Dan akhirnya, Velix mulai bertanya.
"Irene, siapa dia?" tanya Velix pada Irene.
"Dia..." belum sempat Irene menjawab, Ryan telah mendahuluinya.
"Saya pemeluk pertama dan teman pertamanya Irene. Salam kenal." ujar Ryan.
"...Ha?!" heran mereka serempak.
"Ya, saya adalah orang yang memeluk Irene pertama kali dan juga teman pertamanya, Irene." ujar Ryan penuh kejelasan.
"Irene, apa itu benar?" tanya Velix dan Irene berpikir sejenak dan menjawab.
"Itu...aku tidak ingat." jawab Irene tanpa tau perasaan kalut mereka.
"Irene kamu sungguh tidak mengingatku. Kita sudah pernah bertemu bahkan berteman 6 tahun yang lalu." ujar Ryan.
'Oh! 6 tahun yang lalu? Berarti...dia mendahuluiku?!' kejut Cecillia.
"Maaf, aku tidak ingat." balas Irene masih mencoba mengingat.
"Irene..." Ryan mulai sendu.
"Lihat! Dia tidak ingat. Berarti dia sungguh tidak mengenalmu. Jadi, LEPASKAN TANGANMU ITU SEKARANG!" ujar Albert tiba-tiba.
"Irene ingatlah, apa kamu lupa hadiah yang kamu buatkan untukku ini?" ujar Ryan melepaskan genggamannya dan segera menunjukkan kalung bermata bola kuning di lehernya.
"...! Itu...bola kristalku." sadar Irene.
"Ya. Apa kamu sudah ingat?" tanya Ryan meyakinkan.
Sementara Irene hanya diam. Dia menatap ke arah kalung dimana dia melihat bola kristal yang selama ini dia pikir hilang. Namun, sedikit bayangan buram mulai teringat dalam pikirannya. Dia melihat dan mengingat sesuatu yang terasa ia lupakan.
'Apa ini? Apa aku sungguh bertemu dengannya dahulu? Tapi, kenapa aku merasa benar-benar pernah bertemu dengannya? Apakah itu sungguh aku dan dia saat kecil? Aku tersenyum di sana?! Apa itu kami yang berpelukan dan berteman. Kenapa? Apa sebenarnya yang kubayangi ini?' bathin Irene.
"...Aku pikir aku belum terlalu ingat. Tapi, aku hanya merasa kita memang berteman dan berpelukan. Apa yang kamu katakan kurasa benar." ujar Irene yakin pada firasatnya.
"Ya, kamu ingat, Malaikatku." ujar Ryan lega.
"Maaf, aku masih sedikit lupa." ucap Irene.
'Ya, aku masih sedikit lupa. Tapi, kenapa aku bisa lupa? Seharusnya aku mengingat semuanya sebab aku...aku terlahir dengan kemampuan yang mengerikan ini dari lahir.' heran Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WAS BORN TO BE ALONE [END]
Fantasy[Terbit ✔ Link shopee ada di bio] Menuju akhir dari balas dendam... (Revisi lanjutan di ver. novel ya...😁) Terlahir dari "Wanita Jahat" dan memiliki dark magic, mereka pun memanggilku Iblis. Dibenci, dijauhi, dibuang, dan diasingkan, itulah yang me...