EPILOG

12.6K 1.2K 416
                                    

.
.
★Happy Reading★
.
.

"Irene..."

"Irene....."

Perlahan, mata gadis kecil yang tertidur di atas paha wanita itu terbuka dan kemudian...dia menatap penuh bahagia ke arah wanita itu.

"Ya, Ibu..."

Tertegun, melihat wajah polos itu tersenyum, membuat sang wanita lalu menatap sendu kepada gadis kecil tersebut.

"Irene, Sayang..." Sekali lagi, wanita itu memanggil sosok kecil itu dengan penuh kelembutan. Gadis kecil itu menatap penuh perhatian hingga wanita itu dengan perasaan sedih berkata...

"Ibu...ingin kau bahagia, Irene."

Wajah gadis itu mendadak terkejut tapi kemudian...dia tersenyum cerah menampakkan gigi-gigi putih mungil bersusun rapi. Pipinya yang memerah menghiasi kulit putihnya. Dia sangat cantik.

"Ya, tentu, Ibu. Aku akan bahagia bersama ibu," seru gadis itu riang.

Wanita itu...hanya tersenyum dan kemudian dia membelai kepala gadis itu lembut. Dia sangat ingin untuk terus melihat wajah cantik bahagia itu.

"Ya, kau harus bahagia, Sayang."

Lalu, wanita itu membawa kepala gadis itu untuk lebih bisa ia belai di atas pahanya. Ia...akan merindukan hal ini. Momen langka di mana ia bisa memanjakan putrinya.

Tapi, jauh di masa depan, gadis ini...takkan mudah tersenyum lagi.

Gadis ini, akan hidup dengan penuh rasa sakit dan menjalaninya sendirian. Ia yakin itu. Ia merasa takut akan hal yang lebih dapat menghancurkan gadis kecil ini, senjata yang sebaiknya tidak pernah dia alami dan tidak menjadi sumber kehidupan serta kekuatannya, yaitu...

Kebencian

"...Irene..." Wanita itu lagi-lagi memanggilnya dan sang gadis kecil menatap mata wanita yang kini berkaca-kaca.

"Jika suatu hari aku tak ada lagi di sisimu, aku ingin kau tetap hidup dengan senyuman ini, Irene."

Wanita itu meraih tangan sang putri dan menciumnya sayang.

"Ya...kau harus hidup. Kau tidak perlu sakit dan sedih atas hidupmu ke depannya. Lalu, Sayang...jangan pernah merasakan benci, ya...."

"Kamu tidak sendirian."

Gadis itu hanya menatap polos wanita yang adalah ibunya itu.

"Jangan pernah benci karena itu akan sangat menyakitimu, Irene. Jangan benci pada manusia karena benci terhadap mereka akan tiada habisnya."

"Kau...hanya akan lebih terluka."

Wanita itu lalu mengusap wajah sang putri dan berkata lagi dengan nada lembut dan hangat...

"Ibu harap...kau tidak akan membenci dan mengotori tanganmu sepertiku, Irene. Jangan pernah menyimpan dendam."

"Jadi...kau harus membebaskan diri dari kebencian. Kau harus bebas dari apa yang menjeratmu pada penderitaan. Ibu tidak ingin kau sama seperti ibu. Lenyapkan kebencian dalam dirimu dan berhenti membalaskan dendam, lakukanlah itu, aku percaya kau bisa."

"Bahkan jikalau suatu hari semua orang menyakitimu, biarkanlah. Jangan sakiti mereka, tapi lindungilah mereka. Menyakiti mereka malah akan menambah rasa sakit oleh penyesalan dikemudian, Sayang."

"Aku yakin...diantara mereka, akan ada yang akan menjadi teman dan akan menjadikan hidupmu tak kesepian."

"Tetap buka matamu dan tetap sabar, ya, Sayang..."

I WAS BORN TO BE ALONE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang