Chapter 14

4.4K 320 22
                                    

"Yuk balik."

Nadia mendongak ke atas mendapati Alvaro sedang berdiri dengan tangannya berada disaku jaket cowok itu.

Jam sudah menunjukan pukul 18.23, sial emang percaya sama Alvaro, untung saja Nadia tidak diculik genderuwo di parkiran gelap nan mencekam Sma Rajawali.

Jika bukan karena rasa bersalah, Nadia enggan menunggu dan melewatkan waktu berharganya.

"Lo masih hidup?."
Pertanyaan konyol macam apa yang Nadia lontarkan.

"Alhamdulillah masih, Allah belum ngizinin gue buat pergi nanti Lo jadi janda sebelum menikah." Alvaro tersenyum tipis.

Nadia yang otaknya lemot plus tinggal separo tentu bekerja keras untuk mencerna perkataan Alvaro.

"Hah?, maksudnya."

Alvaro mendecak, lalu menghampiri gadis itu, Alvaro sedikit membungkukan badannya agar bisa bertatapan dengan Nadia yang lebih pendek darinya.

"Lo kan istri gue." Alvaro mengacak rambut Nadia gemas.

"Dih najis."

"Dah malem ntar lo dicariin orangtua lo, cepetan." Alvaro menarik tangan Nadia sampai kedepan Motornya.

"Jangankan sampe sore, pulang subuh aja emak gue paling nggak peduli." Nadia mengambil helm yang Alvaro sodorkan, tangannya kesusahan untuk mengunci.

"Ck, gemesin banget sih lo gitu aja nggak bisa." Alvaro kembali membungkuk untuk mengunci pengait helm untuk Nadia, sempat sempatnya Nadia menghirup aroma mint maskulin dari badan Alvaro, sungguh memabukan.

"Beneran gue gemes?." Nadia sedikit gembira dengan pujian cowok asing yang tiba tiba saja menembaknya tadi pagi, "kayak apa."

Alvaro mengetuk ngetuk dagunya, seolah berpikir.

"Lo gemesin kayak Babi." Alvaro cengengesan.

Nadia dengan cepat merubah ekspresinya yang semula sedikit sumringah menjadi datar.

"Ngeselin lo."

Alvaro menghidupkan mesin motornya, Nadia naik dibelakang.

"Pegangan!" Perintah Alvaro untuk Nadia.

"Ogah ntar modus lo."

"Ck," Alvaro memasukan kedua tangan Nadia kedalam jaketnya.

Perjalanan hening tanpa percakapan kecuali saat Alvaro menanyakan dimana alamat Nadia.

"Makasih." Nadia mengembalikan helmnya, mata Nadia menyipit saat wajah Alvaro yang terlihat lebih jelas dibawah penerangan halaman rumahnya.

"Muka lo sampe lebam lebam gitu." Nadia semakin merasa bersalah.

"Bukan apa apa kok." Alvaro dengan cepat mencopot plester yang ada dijidatnya agar dirinya terlihat kuat dan baik baik aja didepan gadis itu.

"Gue nggakpapa, udah Lo cepat masuk."

"Muka lo ampe bonyok gitu, gue minta maaf ya, gara gara gue lo jadi kayak gini, gue juga makasih lo udah mau nolongin gue tadi." Nadia mengaruk tengkuknya, merasa tak enak. Seketika suasana jadi akward abis, canggung.

"Kenapa dilepas plesternya, nggak usah sok kuat Lo." Nadia menarik kerah Alvaro agar mendekat. Wajah mereka sangat dekat hingga, Nadia dapat merasakan hembusan hangat dari nafas Alvaro.

"Ternyata Lo lebih agresif dari yang gue kira Nad," ujar Alvaro.

Nadia mengerutkan dahinya.

"Apaan sih lo, geer." Nadia mengeluarkan plester warna warni dari seragam sekolahnya.

"Sakit nggak," tanya Nadia basa basi, Ia menempelkan plester itu di dahi Alvaro yang merah lebam karena luka.

Alvaro pura pura merintih kesakitan, Nadia yang khawatir pun lebih hati hati memasangnya dengan sedikit meniup lukanya, Alvaro tersenyum.

"Dah, sono pulang Lo, gue mau masuk," usir Nadia.

"Gue nggak disuruh mampir, ekhem siapa tau, bisa sekalian kenalan sama calon mertua." Alvaro memegang pergelangan tangan Nadia, saat gadis itu akan pergi.

"Mimpi, iya makasih ya Alvaro, dah kan gue udah bilang makasih, sekarang Lo bisa pergi, hust hust."

"Gue minta nomer wa Lo, boleh."

Nadia mengaruk dagunya,
"Eum."

Matanya jatuh pada nomer telepon tukang sedot wc yang berada diposter poster menumpuk didepan pagarnya, Nadia membalikan badan pura pura mengambil hapenya. Ide jahat melintas di otaknya.

Hahahahahaha- Nadia tertawa jahat dalam hati.

"Bisa kok catetnya."

"Bentar bentar." Alvaro mengeluarkan hapenya, siap menyimpan nomer Nadia.

"08**********, ntar Tc aja."

"Ok, gue balik duluan ya."
Setelah mendapat nomer wa Nadia, Alvaro menyalakan motornya dan pulang dengan sumringah.
Nadia menatap punggung Alvaro yang sudah tertelan gelapnya malam.

"Mampus gue kibulin aja mau."

Nadia masuk kedalam rumah, niat tanpa mengetuk atau mengucapkan salam, Ya walaupun pastinya Mamanya tidak mencari tapi dirinya malas saja untuk menjawab pertanyaan:

"Darimana aja, ngapain, dan nyenyenye."

Nadia mendorong pintu, yes, sudah Ia duga pasti pintu depan tidak terkunci walaupun sudah selepas magribh dengan terampil dan hati hati Nadia mendorong agar tidak menimbulkan decitan yang bisa membuat satu rt bangun.

"Sama siapa tadi."

"Aaaaaaaa, setan!!!," teriak Nadia, gadis itu gampang kagetan.

Rendra menatap tajam Adiknya yang tertangkap basah pulang diantar laki laki sehabis magribh itu dengan tatapan tajam memutilasi.

Nadia menelan ludahnya dengan susah payah.

"Hayolohh, Mama," lirih Rendra untuk mengoda adiknya.

"Syut, Kak gue bisa jelasin, ini gue bukan karena main atau kelayapan." Nadia menaruh telunjuknya dibibirnya, mengisyaratkan Kakaknya untuk diam.

"Alah boong Lo, gue ini abang Lo, Lo nggak bisa bohongin gue."

"Ishh beneran bang, yang tadi itu cuma temen gue, serius deh percaya ama gue bang."

"Enggak percaya gue mah sama Lo selain musyrik Lo juga emang suka gonta ganti cowok kan, inget karma Nad, ditinggal cowok pas lagi sayang sayangnya, mampus Lo, mainin hati cowok terus, gue bilang Mama nih, Lo udah mulai berani kelayapan malem malem."

"Apasih abang, cepu banget sih."

"Biarin, wleee, Mamaaa." Belom sampai keras teriakan Rendra, Nadia dengan cekatan membekap mulut Kakaknya, "udah deh, indomie sama telor ceplok,gimana."

"Tambahin sosis, deal," tawar Rendra dengan sedekap dada layaknya tuan muda yang harus dilayani oleh babunya.

"Ck, ya udahlah."

🐸🐸🐸

Alvaro menyalakan kerannya, menatap pantulan bayangan dirinya di cermin, saat akan membersihkan wajahnya, matanya tertuju pada plester yang diberikan Nadia untuknya, Alvaro tersenyum, bayangan gadis itu berlarian di kepalanya-- Ia lalu melepas plester itu dari dahinya, kemudian Ia tempelkan didinding dekat cermin kamar mandinya.

🦄🦄🦄

Tbc.


Kembali lagi dengan sifat lamaku yang suka mengantungkan cerita plus membuat cerita yang pendek. Maafkan daripada nggak up ya ini ajalah dulu.
Bye.

ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang