||MABB||

3.9K 314 9
                                    

Nadia dan Raka menundukan kepalanya didepan Pak Basuki yang sekarang sedang live ceramah untuk mereka bertiga, Alvaro, anak itu tak ada sedikit pun rasa waswas ataupun takut dirinya berdiri santai, matanya menoleh kemana mana seakan tak mau bersusah payah mendengar celotehan si Bapak.

"Kalian paham."

"Paham pak, sahut Raka dan Nadia, sedangkan Alvaro pura pura tak mendengar.

Helaan nafas panjang terdengar dari Pak Basuki yang sudah lelah mengurusi lagi kelakuan nakal Alvaro.

"Kalian berdua silahkan balik ke kelas, Alvaro kamu disini dulu," perintah Pak Basuki.

Nadia dan Raka menurut, mereka keluar.

"Nad gue anterin lo ke kelas ya," ujar Raka menawarkan.

"Nggada jera jeranya lo ya, nggak usah gue bisa jalan sendiri," jawab Nadia ketus.

Raka berlalu pergi.

Nadia ingin kembali ke kelas tapi ada batinnya memintanya untuk tetap stay, menguping pembicaraan Pak Basuki dengan Alvaro.

"Bapak udah tidak tau lagi cara buat nghadepin kamu Alvaro, Papa kamu nitipin kamu ke kita para guru guru disini buat bisa mendidik kamu jadi anak baik baik lagi kayak dulu, Tolonglah kerjasamanya nak ini juga buat masa depan kamu bukan masa depan kami, memang secara akademis nilaimu selalu unggul tapi untuk absensi kamu jarang masuk. Kalo begini ceritanya sekolah akan tetap mengeluarkan kamu, walaupun kamu anak pemilik sekolah sekalipun ini peraturannya, jika tidak para komite sekolah akan protes. Mulai sekarang Bapak mohon kamu bisa lebih giat lagi berangkat, jangan sering bolos, ingat itu Alvaro ketidakhadiranmu sudah 2 bulan lebih disemester ini."

Alvaro, mengorek ngorek kupingnya, menyepelekan.

"Oh, sudah pak, saya boleh kembali."

Tanpa meminta persetujuan dari Pak Basuki, Alvaro melenggang keluar begitu saja.

****

"Iya, tidak, iya, tidak, aaaa." Nadia mengacak rambutnya sendiri frustasi.

"Ngapain lo kayak orang gila gitu, mau." Rahma menawarkan Bobanya. Nadia mengambilnya, menyedot sedikit.

"Rahma."

"Apaan."

"Kasih gue saran dong."

"Saran untuk?"

"Gimana caranya biar gue mati," ujar Nadia random. Menginggat dirinya juga lelah dengan hidup ini.

"Potong urat nadi, gantung diri, nabrakin diri ke kereta atau nggak mobil, lo mau cobain yang mana dulu nih," ujar Rahma bak promosi jualan.

"Yang nggak sakit ada nggak?"

"Serius lo mau bunuh diri."

"I--iya kayaknya sih, masih ragu juga daripada hidup nggak guna."

"Nih ya gue kasih wejangan buat lo." Rahma mengecek pita suaranya. "Mungkin Dunia menganggap lo bukan siapa siapa, tapi mungkin ada satu atau beberapa orang yang menganggap kalo lo itu dunianya, jadi mumpung masih hidup seenggaknya kalo kita bisa ngelakuin sesuatu yang berguna buat seseorang, so mengapa tidak, paham duhai dugong."

"Enggak," jawab Nadia cepat. Dikepalanya Nadia menangkap sesuatu dari perkataan Rahma, tapi Ia malas mengakui, bisa bisa besar kepala nanti Rahma.

"Dahlah males kalo ngomong sama makhluk yang nggak sejenis."

****

Pagi ini, entah apa yang merasuki, Nadia ingin menemui Alvaro, Ia mencari di kantin tapi nggak ada. Kata Bu Inah, mereka pada bolos dibelakang sekolah dekat rumah salah satu warga yang mempunyai pohon mangga besar.

ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang