||MABB||

3.8K 297 33
                                    

"Sekarang siapa yang curi kesempatan didalam kesempitan," sindir balik Alvaro.

"Lepasin." Nadia meronta didalam dekapan Alvaro.

"Satu syarat!"

"Apa cepetan bilang, gue udah nggak tahan sama bau badan lo." Sebenernya Nadia suka aroma badan Alvaro tidak bau tidak, wanginya maskulin banget Nadia suka tapi gengsi mau mengakui.

Alvaro mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia, pipi Nadia memanas, degup jantungnya memburu.

"Nggak." Nadia mencoba mendorong badan Alvaro, tapi geser secenti pun tidak. Alvaro mencekal pergelangan tangan Nadia membuat gadis itu berada dikungkungannya tanpa bisa melepaskan diri.

Semakin dekat.

Semakin dekat.

Nadia memejamkan matanya, bibirnya saja menolak tapi tubuhnya menginginkan. Syaland.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

Kok Nadia tak merasakan apa apa. Ia membuka matanya mendapati Alvaro menahan tawa, lalu terbahak bahak dengan muka meledek, ngeselin.

"Aaa lo ih." Nadia menutup wajahnya dengan kedua tangan, demi alek sekarang Nadia ingin mengubur diri hidup hidup, malunya luar biasa.

"Lo ngarepin apa dari gue, hah." Alvaro masih terkekeh.

"Bukan apa apa." Nadia menabok lengan Alvaro yang luka, membuat laki laki itu merintih kesakitan.

"Eh maap lupa."

Nadia mengeluarkan kain kassa dari ranselnya.

"Sini, gue obatin." Nadia mengoleskan salep dengan telaten dan hati hati, sembari meniup niup lukanya.

"Nggak usah ditiup makin perih, air liur lo nanti bikin gue tambah infeksi," protes Alvaro.

"Ngeselin banget sih lo, untung cakep."

"Apa? nggak kedengeran, coba ulang."

"Nggak tadi gue salah ngomong, gue undo yang tadi."

"Nad?"

"Hm."

"Lo selalu bawa perlengkapan PPPK di tas lo? Tanya Alvaro penasaran, pasalnya kok Nadia bawa kain kasa segala sih, nggak mungkin ini sebuah kebetulan.

"Nggak usah protes, ini ide author diem lo."

****

Nadia menapakan kakinya pertama kali di Markas anak Gervanest, woah tidak Ia sangka markas anak berandalan se elit ini. Cocokan buat buka toko saja, lebih menguntungkan daripada buat basecamp anak anak yang unfaedah. Namun disayangkan walaupun ruangannya mewah tapi barang barangnya berantakan masyarakat.

Alvaro mengajak Nadia ke lantai atas, kamarnya berada.

"Bos inget anak orang ya bos, jangan dicoblos dulu ya," ujar Haikal ambigu. Nadia melotot, kurang asem.

"Varo lo punya palu nggak, buat bunuh Haikal," ujar Nadia sengit.

Haikal lantas melindungi kepalanya dengan tangannya sendiri.

"Jangan atuh neng ntar temen lo galau kalau gue nggak ada," sahut Haikal.

Reno datang dengan minuman di tangannya, langsung ikut nyambung.

"Nad gue saranin ya, mendingan Rahma suruh stop berhubungan sama si Haikal ntar otaknya ikutan geser."

"Yeh gue bukan geser, gue tuh orangnya humoris. Suka berkelakuan goblok didepan kalian semua biar kalian ketawa, eh lo orang pada ngiranya gue goblok beneran, kan Anj****" ujar Haikal dengan raut wajah disedih sedihkan.

Setelah perbincangan yang unfaedah Nadia dan Alvaro sudah ada di depan pintu kamar atas.

Krekk. Sepatu Nadia seperti menginjak sesuatu, Ia menoleh ke bawah. Astaghfirullah Nadia elus dada, berantakan banget woy sampah dimana mana.

"Al, lo bisa tidur disini?"

"Iya, gue kalo lagi kabur dari rumah biasanya tidur sini kenapa? Lo mau nemenin gue kapan kapan."

"Enggak goblok kotor banget disini, tikus aja ogah kayaknya disini," hujat Nadia. Jika Nayla suka mengomentari kamar Nadia sarang tikus, terus sebutan apakah yang pantas untung tempat ini.

Komen dibawah.

"Al bangun nggak lo, beresin dulu abis ini baru ntar belajar." Ya walaupun Nadia juga bukan seorang perfecionis namun dirinya tak suka dengan tempat kumuh bin berantakan, sepet mata memandang.

Alvaro tertidur, laki laki itu memang pelor abis, nempel bantal molor.

"Ishh nggak ngerti lagi, pasti kamar rumah lo kayak gini, gue jadi kasihan sama pembantu rumah lo Al, pasti Mama juga kalo liat ini, Undo ucapannya buat terus muji muji lo didepan gue."

"Al"

"Al"

"Al lo dengerin gue nggak sih."

Nadia menoleh, yeh dah ngebo aja nih bekantan.

"Al, bangun ih katanya mau  ngajakin belajar bareng." Nadia menguncang guncang badan Alvaro, laki laki itu tak kunjung membuka matanya.

"Oy sebenernya lo tidur apa simulasi mati sih." Nadia beranjak pergi dari kamar itu. Baru saja mengangkat bokongnya, Badan Nadia tertarik ke belakang, Alvaro memeluknya dari belakang,

"Jangan pergi lagi Al," gumam Alvaro masih dengan mata terpejam.

Nadia teringat perkataan Alvano tentang Alleta, gadis masa lalu Alvaro, Apakah benar laki laki itu masih memikirkannya sampai terbawa mimpi seperti ini, Oh tidak, kenapa Nadia merasa sesak mengetahui ini. Ataukah Ia sudah mulai tertarik dengan Alvaro. harusnya awal awal Nadia tak menyanggupi permintaan Alvano yang membuatnya harus terjebak disuasana rumit ini.

****

"Nad, udah pulang aja? Alvaro mana?" tanya Haikal, dirinya main PS dengan anak anak yang lain tiba tiba dibuat binggung dengan muka Nadia yang ditekuk kayak cucian kotor.

"Di atas lagi tidur, jangan diganggu kasihan kayaknya lelah banget." Nadia akan keluar tapi matanya tertuju pada sebuah kandang kucing anggora berwarna putih bersih.

"Nggak usah kaget Nad, lo kudu sabar, bos tuh emang kayak gitu pelor, nempel molor sama satu lagi jarang mandi." Haikal terkekeh sendiri, nghibah itu enak.

Nadia menoleh, membesarkan bola matanya.

"Seriusan."

"Serius bener, nggak bohong gue, tanya aja sama yang lain iya nggak Ren, Dit, Mat, Ton."

Semuanya mengangguk.

"Jadi Nad lo sebagai ceweknya harus bisa suruh dia biar mandi se enggaknya sehari dua kali, masa di jakarta yang panas hot kayak gini Alvaro masih suka mandi 3 hari sekali," tutur Reno.

Nadia baru mengetahui fakta itu sekarang. Nadia duduk diantara mereka.

"Bagi tau rahasia lain dong yang kalian ketahui tentang Alvaro." Nadia mulai penasaran, Alvaro sepertinya unik.

"Wih, lo sekarang udah mulai suka ya sama Bos, ya baguslah seenggaknya Bos bisa move on dari masa lalunya," ucap Mamat.

"Jadi kalian juga tau Alleta?" Wah ternyata bukan Nadia seorang saja yang tau, atau mungkin ini sudah jadi rahasia publik.

"Dari si Bos jadi ketua Osis sampe jadi pembuat onar gue tau itu semua, cewek itu yang dikabarkan meninggal bunuh diri bikin Bos depresi, sampai sampai dia lampiasin semuanya ke tawuran, judi, minuman keras akibatnya ya Bos yang waktu itu harus ikut olimpiade matematika tingkat Nasional jadi mundur pas hari pelaksanaannya." Penuturan seorang Haikal, tak menyangka Nadia belum habis pikir.

"Ya jadi kita sedikit Alhamdulillah lah Bos sekarang semenjak bucin ke lo jadi sedikit mendingan maksiatnya," ujar Reno.

"Eh bentar kok kita serius banget gini sih."

Mereka saling tatap tatapan lalu tertawa keras seperti paduan suara. 

"Lanjutin lagi dong," pinta Nadia, Ia masih penasaran.

"Tanya aja ke orangnya langsung," jawab Haikal dan kawan kawan serentak, mereka kembali fokus ke permainannya. Wlee.

ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang